REPUBLIKA.CO.ID, Sudah hampir satu tahun Neneng Elawati bekerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Susukan, Ciracas, Jakarta Timur. Dari dapur itu juga, perempuan yang kini berusia 46 tahun itu bisa mencari nafkah untuk kehidupan keluarganya.
Ia mengaku sudah ikut bekerja di SPPG itu sejak kali pertama dapur yang menyediakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tersebut pada 6 Januari 2025. Setiap pagi, tugasnya adalah menyiapkan sekitar 3.104 porsi MBG yang akan disalurkan kepada para siswa. "Ini salah satu yang pertama kali jalan MBG di Susukan," kata dia saat ditemui Republika, beberapa waktu lalu.
Neneng mengaku pertama kali mendapatkan informasi terkait pembukaan lowongan untuk pekerja di dapur MBG dari pihak kelurahan. Alhasil, ia memberanikan diri untuk melamar pekerjaan itu, karena pekerjaan sebelumnya sebagai pengemudi ojek daring atau online (ojol) terlalu memberatkan. Setiap hari ia harus 'keliling Jakarta' untuk menjemput nafkah. "Nah kebetulan saya dapet di sini," kata ibu yang punya tiga anak itu.
Ia menjelaskan, terdapat beberapa tugas bagi pekerja di SPPG, seperti bagian persiapan masak, memasak, pemorsian makanan, hingga pengiriman makanan ke sekolah-sekolah. Sementara Neneng mendapatkan tugas melakukan pemorsian makanan sesuai takaran yang telah ditentukan ke ompreng. Baru setelahnya, MBG yang sudah siap itu akan dikirim ke sekolah.
Setiap hari, ia harus datang ke SPPG sejak pukul 04.00 WIB. Biasanya, tugasnya memorsikan makanan MBG selesai pada pukul 08.00 WIB. Namun, ia tetap harus siaga di dapur hingga pukul 12.00 WIB setelah semua makanan disalurkan kepada penerima manfaat. Meski harus berangkat sebelum matahari terbit setiap harinya, Neneng mengaku menikmati pekerjaan itu. Sebab, lokasi SPPG tempatnya bekerja tidak jauh dari rumah, sehingga tidak menghabiskan banyak ongkos.
Sejak bekerja di SPPG, Neneng juga telah sepenuhnya melepas pekerjaannya sebagai pengemudi ojol. Pasalnya, upah yang didapatkannya dari SPPG sudah lumayan menutupi kehidupan keluarganya. Ia menyebutkan, upahnya untuk sehari bekerja di SPPG adalah Rp 125 ribu. Dalam sepekan, ia bekerja selama lima hari. Di luar itu, ia pun kerap mendapatkan bonus apabila absensinya baik.
Ia menambahkan, keuntungan bekerja di dapur MBG adalah bisa membawa pulang sisa makanan yang kelebihan. Alhasil, pengeluarannya untuk membeli lauk bisa ditekan. "Ya apalagi kalau misalnya kayak masak gitu ya, udah selesai pemorsian gitu kan, suka ada sisa lauk matang gitu kan, boleh dibawa pulang. Ini alhamdulillah ngebantu kita, enggak beli lauk," kata perempuan single parent itu.
Ia menilai, pendapatannya itu tentu lebih baik dibandingkan harus menjadi pengemudi ojol. Pasalnya, pendapatan dari mengemudi ojol tidak bisa diprediksi setiap harinya. Karena itu, ia berharap program MBG itu dapat terus dilanjutkan oleh pemerintah. Pasalnya, program itu tak hanya membantu pemenuhan gizi anak-anak di sekolah. Lebih dari itu, program prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut juga berhasil memberdayakan banyak warga untuk bisa bekerja.
Neneng menyebutkan, di SPPG tempatnya bekerja saja, setidaknya ada 47 orang yang terlibat dalam menyediakan MBG. Mayoritas dari total pekerja itu adalah ibu rumah tangga. "Harapannya sih jangan sampai keputus ya. Mudah-mudahan sih seterusnya, jangan sampai cuma sampai 5 tahun. Soalnya alhamdulillah, Mas, ngebantu banget," kata perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga itu.
Manfaat dari program yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) itu tidak hanya dirasakan oleh Neneng. Salah seorang pekerja di dapur MBG lainnya, Nike Wulandari (38), juga merasa terbantu ekonominya dari program itu. "Ya alhamdulillah. Banyak lah, Mas, yang kebantu. Apalagi, khususnya ibu-ibu ya," kata dia.
Ia juga berharap program itu bisa terus berjalan selamanya. Pasalnya, program itu juga dinilai dapat mendorong pertumbuhan ekonomi warga kelas menengah. "Ya kalau harapan saya ya terus berjalan terus. Kalau bisa sampai seterusnya. Karena kan banyak lah ya, yang menggantungkan hidup dari sini tuh banyak," ujar dia.
Neneng dan Nike mengakui, bekerja untuk menyiapkan makanan gratis bagi anak-anak sekolah itu cukup melelahkan. Apalagi, porsi makanan yang disalurkan setiap harinya itu mencapai ribuan. Setiap harinya, para pekerja MBG harus tetap fokus dalam mengolah hingga mendistribusikan makanan-makanan itu kepada para siswa, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia. Dengan begitu, MBG yang disalurkan itu sesuai dengan takaran gizi yang sudah ditentukan.
"Capek ada lah, tapi kan kami ngerjain ini tuh sambil kita bercanda, tapi tetap fokus gitu kan. Jadinya enggak monoton serius banget gitu. Mungkin kalau serius banget gitu, berasa capek aja," kata Neneng.
Lihat postingan ini di Instagram