Sabtu 06 Dec 2025 07:28 WIB

MBG Jadi Cara Siswa Belajar Nilai Kebersamaan

Perbedaan ekonomi keluarga tak lagi tampak karena semua makan dengan menu sama.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Siswa menyantap hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Siswa menyantap hidangan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Pejaten Barat 01 Pagi, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang lahir di era Presiden Prabowo Subianto ternyata punya efek lebih luas. MBG dinilai tak hanya membuat perut siswa kenyang, melainkan juga menumbuhkan rasa kesetaraan dan kebersamaan.

MBG yang berjalan secara bertahap sejak 6 Januari 2025 membawa dampak iringan yang positif bagi para siswa se-Indonesia. Para siswa tak lagi membawa bekal makan siang yang berbeda-beda. Mereka kini makan dengan menu yang sama.

Baca Juga

Sebelum program MBG ini muncul, sebagian siswa ada yang membawa bekal, ada yang jajan di kantin, atau lebih parahnya lagi mesti menahan lapar karena terbatasnya keuangan keluarga. Dari siswa yang membawa bekal dari rumah, tentu isinya berbeda-beda tergantung kemampuan ekonomi keluarga. Kadang ada yang isinya hanya makanan instan dan sudah dingin karena dimasak sejak subuh.

Tak jarang, sebagian siswa membawa bekal berupa makanan instan seperti mi goreng, nugget, sosis. Sedangkan sebagian siswa lain yang berasal dari keluarga mapan bekalnya bisa berupa spagetti, lasagna, atau kebab. Perbedaan bekal ini secara tidak langsung menjadi potret pembeda ekonomi masing-masing orang tua siswa.

Sedangkan di era MBG ini, siswa dapat menumbuhkan nilai kesetaraaan dan kebersamaan berkat makan dengan menu yang sama tiap istirahat sekolah. Hal itulah yang dirasakan siswa kelas 7 SMP Fathul Ulum Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Aulia Salsabila. Aulia merasa kehadiran MBG membuatnya dan teman-teman sekelasnya merasakan kebersamaan. Sehingga ada nilai kesetaraan dalam tiap suapan MBG.

"Sekarang makannya sama (menunya) dengan teman-teman, nggak ada lagi yang makanannya beda-beda," kata Aulia kepada Republika, Ahad (30/11/2025).

Aulia mengakui sebelum ada MBG, teman-teman sekelasnya makan menu berbeda-beda. Ada yang bawa menu telur goreng, ayam goreng, atau makanan instan.

"Sebelum MBG, saya sama teman-teman makannya beda. Kalau yang (uang) jajannya gede bisa beli mi ayam, bakso. Kalau jajannya kecil cuma bisa beli telur gulung, gorengan. Yang bawa bekal juga beda, ada yang bawa mi, telur, ayam, atau rendang," ujar Aulia.

Situasi berubah lewat adanya MBG. Aulia merasa MBG sudah mengajarkannya kebersamaan di sekolah. Perbedaan ekonomi keluarga sudah tak lagi tampak karena tiap siswa makan dengan menu sama. "Sekarang enaknya MBG kita makan bareng-bareng, sama-sama (menunya)," ucap Aulia.

Siswa kelas 4 SDN Depok Baru 2, Muhammad Aqeel juga merasakan kebersamaan tiap mengonsumsi MBG. Aqeel dan teman sekelasnya kini makan dengan menu yang sama tanpa "sekat" pembeda.

"Aku kemarin di sekolah makan ayam kecap. Semuanya makan itu bareng-bareng, " kata Aqeel.

Psikolog Anak dan Keluarga Ruang Mekar Azlia, Dhisty Azlia Firnady sepakat kalau MBG dinilai dapat menjadi ruang belajar sosial yang efektif. Sebab seluruh anak makan dalam format dan waktu yang sama, tanpa menonjolkan apa yang mereka bawa dari rumah. Sehingga tidak ada situasi 'tidak bawa bekal' vs 'bawa bekal' atau situasi 'bekal mewah vs bekal sederhana'.

"Jika dilaksanakan dengan tepat, MBG bisa menciptakan lingkungan yang minim perbandingan sosial, membantu anak memahami konsep kesetaraan, menciptakan kegiatan komunal dalam sekolah, dan mempererat hubungan antarteman," ujar Dhisty.

Guna menjadikan MBG sebagai sarana kebersamaan tanpa sekat, kegiatan makan bersama disebut Dhisty tetap harus difasilitasi oleh pihak sekolah (guru) untuk membuat setting kebersamaan. "Misal berdoa bersama, makan di waktu bersama atau tidak dibawa pulang, dan saling bantu untuk distribusi makanan di kelas," ujar Dhisty.

Sementara itu, sosiolog Musni Umar meyakini MBG menghadirkan kesetaraan bagi setiap siswa. MBG bermanfaat besar bagi sebagian besar siswa yang orang tuanya masih serba kekurangan dan tidak mengenal makan pagi. Dengan adanya program MBG semua siswa bisa makan bersama.

"Sebelum ada program MBG hanya orang tua yang sudah terdidik dan mempunyai kehidupan ekonomi yang lebih baik, yang rutin menyediakan makan pagi atau menyediakan makanan untuk dibawa di sekolah untuk makan pagi. Dengan adanya program MBG, setiap ibu tidak perlu repot menyediakan makan pagi di rumah atau untuk dibawa di sekolah," ujar Musni.

Musni juga memandang program MBG berperan memberi makanan bergizi kepada semua siswa tanpa memandang latar belakang kehidupan ekonomi orang tuanya. "Program MBG membangun sumber daya anak-anak Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan mencegah stunting," ujar Konsultan Pendidikan sekaligus Adjunct Professor Asia E University (AeU) Malaysia itu.

Tercatat, program MBG telah menjangkau lebih dari 38,5 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia dari data Badan Gizi Nasional (BGN). Para penerima manfaat dilayani oleh 13.514 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG.

Terkait kelayakan dan kehigienisan makanan, BGN mencatat progres signifikan dalam penyediaan test kit dan pemasangan pemanas di dapur MBG. BGN memastikan pengawasan mutu dan keamanan pangan terus diperkuat untuk memastikan makanan yang diberikan kepada masyarakat memenuhi standar gizi dan kebersihan.

photo
Tips menghindari keracunan MBG. - (Dok. Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement