Rabu 19 Nov 2025 15:37 WIB

Profesor UGM Koreksi Menkum Soal Putusan MK Tentang Jabatan Polisi di Sipil tak Berlaku Surut

Putusan MK dinilai sudah sesuai dengan semangat untuk reformasi Polri.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Hukum menilai putusan MK terkait jabatan polisi di lembaga sipil tidak berlaku surut. Artinya, perwira yang sudah duduk di instansi sipil tak perlu mundur. 

Namun pandangan ini koreksi oleh pakar hukum tata negara Univesitas Gadjah Mada. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sifatnya yang nonretroaktif  harus dilihat dalam konteks kebutuhan hukum untuk perbaikan kelembagaan Polri. 

Baca Juga

Menurut Profesor Zainal Arifin Mochtar, putusan MK yang melarang anggota-anggota aktif kepolisian menduduki jabatan-jabatan sipil di luar struktur Polri harus dipandang sebagai usaha untuk membantu perbaikan di internal institusi aparat penegak hukum itu sendiri. Caranya dengan memberikan norma hukum yang tegas ke dalam Undang-undang (UU) Polri Nomor 2/2002.

Apalagi sejak lama masalah rangkap jabatan ribuan anggota kepolisian di banyak lembaga dan kementerian sipil itu, menjadi salah satu dari ragam persoalan utama yang memunculkan resistensi publik.

Lantaran itu,putusan MK yang mengharuskan polisi pensiun, atau mengundurkan diri untuk menduduki jabatan-jabatan sipil di luar struktur kepolisian sudah sesuai dengan tujuan reformasi Polri saat ini.

“Polri sedang mau berbenah, memperbaiki citranya di tengah ribuan jabatan sipil yang diduduki dengan alasan penugasan,” kata Zainal kepada Republika, Rabu (19/11/2025).

Menurut Zainal, Polri harus menarik ribuan personelnya yang kadung saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil. “Biarkan Polri berbenah, mendur dan perbaikinya, tak perlu lagi dicarikan alasan pembenar dengan berbagai dalih,” kata Zainal.

Pernyataan Zainal itu, sekaligus merespons pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang mengatakan, Polri tak perlu menarik ribuan personelnya dari kursi-kuris jabatan sipil di luar struktur kepolisian pascaterbinya putusan MK 114/PUU-XXIII/2025.

Karena menurut Supratman, putusan MK yang terbit pada Kamis 13 November 2025 itu tak bisa diberlakukan surut atau retroaktif.

“Pada dasarnya putusan MK itu memang berlaku prospektif, iya itu benar pada dasarnya prospektif. Tetapi tidak mutlak, apalagi untuk implikasi yang sedang berjalan, maka harus ada koreksi administratif,” kata Zainal.

Ia mencontohkan putusan MK yang sejatinya memang prospektif, namun pelaksanaannya dapat surut ke belakang atau retroaktif.

“Seperti ketika si A dijatuhi hukuman mati hari ini oleh pengadilan. Pelaksanaannya (eksekusi mati) akan segera. Lalu si A membawa ke MK hukuman mati tersebut dengan dalil hukuman mati itu adalah cruel and unusual punishment (hukuman yang kejam) yang melanggar HAM yang dijamin konstitusi,” kata Zainal.

“Misalnya MK menerima dalil si A yang sudah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan tersebut dengan putusan konstitusional yang membatalkan hukuman hukuman mati di Indonesia, apakah eksekusi mati terhadap si A harus tetap dilaksanakan dengan alasan bahwa hukuman mati terhadap si A diputusan ketika MK belum melarang hukuman mati?,” kata Zainal menambahkan.

Karena itu, kata Zainal, dalam situasi tersebut perlunya penyesuaian hukum, maupun administratif atas putusan MK tersebut. “Segera sesuaikan implikasinya agar tidak kena (hukuman mati) si A. Dan si A tidak perlu dieksekusi mati,” ujar Zainal. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement