Kamis 02 Oct 2025 21:43 WIB

Ukur Efektivitas MBG, Kemenkes Gelar Pemeriksaan Rutin Penerima Manfaat

Menurut Menkes Budi, pemeriksaan akan digelar sesuai data anak by name by address.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menyiapkan skema untuk mengukur efektivitas program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satu skema yang akan dilakukan adalah dengan menggelar pemeriksaan terhadap penerima manfaat MBG.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemeriksaan kesehatan itu rencananya bakal digelar rutin setiap enam bulan sekali. Hal itu untuk mengukur sejauh mana program MBG berdampak terhadap tumbuh kembang anak.

Baca Juga

"Tadi sudah disetujui bahwa setiap enam bulan para peserta atau penerima manfaat gizinya (Kepala BGN) Pak Dadan ini akan kami ukur tinggi dan berat badannya," kata Budi saat konferensi pers di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

Menurut Budi, pemeriksaan itu akan digelar sesuai data anak by name by address. Hasil pemeriksaan itu nantinya melengkapi data cek kesehatan gratis yang dilakukan kepada anak-anak sekolah. "Jadi kita bisa tahu efektivitas programnya ini seperti apa," ujarnya.

Budi menjelaskan, ke depannya, survei gizi nasional tidak hanya dilakukan untuk anak yang berpotensi stunting. Survei itu juga akan dilakukan untuk anak berusia di atas lima tahun, khususnya anak sekolah.

"Dengan demikian, kita bisa melihat prkembangan status gizi seluruh anak kita dan kita akan menggunakan itu sebagai masukan untuk kebijakan yang nanti akan kita lakukan," ucap Budi.

Sementara itu, maraknya kasus keracunan akibat program MBG turut menjadi perhatian Budi. Dia menyebut, Kemenkes akan melibatkan pihak sekolah sebagai unit penerima manfaat MBG untuk melakukan pengawasan untuk mencegah kasus keracunan terjadi. Pasalnya, program itu utamanya menyasar para siswa yang belajar di sekolah.

"Karena pengawasan itu selain di produksinya, juga harus ada pengawasan di penerimanya," kata Budi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement