Rabu 01 Oct 2025 22:47 WIB

Koalisi Sipil Demo: Jangan Jadikan Anak Indonesia Kelinci Percobaan MBG

Para peserta aksi menuntut, program MBG harus segera dievaluasi total.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Erik Purnama Putra
Peserta tergabung dalam Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis (MBG) menggelar aksi mengkritik program MBG di sisi selatan Monumen Nasional (Monas), Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Peserta tergabung dalam Suara Ibu Peduli Makan Bergizi Gratis (MBG) menggelar aksi mengkritik program MBG di sisi selatan Monumen Nasional (Monas), Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi perempuan dan masyarakat sipil menyuarakan keresahan terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Mereka menilai, program yang semestinya menjadi jalan keluar bagi peningkatan gizi anak, justru berubah menjadi sumber masalah. Hal itu ditandai dengan ribuan kasus keracunan siswa yang dilaporkan di sejumlah daerah.

Pantauan Republika.co.id, aksi sekelompok perempuan digelar di sisi Monumen Nasional (Monas) sisi selatan, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025). Massa aksi kompak mengenakan kaus berwarna merah muda dan memukul alat-alat masak.

Baca Juga

Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) bersama Serikandi Indonesia, Tata Gendis Nusantara, Kapal Perempuan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, program MBG harus segera dievaluasi total. Satu anak nyawa itu nyawa. Apalagi ini sampai ribuan. Data terakhir yang kami terima 8.600 lebih anak keracunan itu luar biasa. Apakah menunggu sampai ada yang meninggal?" ucap Rusmarni Rusli dari Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat dalam aksinya.

Dia menambahkan, "Tapi jangan dijadikan anak-anak kita adalah uji coba gitu, jadi kelinci percobaan. Kasihan mereka." Meskipun pihaknya mengapresiasi niat baik pemerintah meluncurkan program MBG, namun mereka menganggap, pelaksanaan MBG di lapangan jauh dari kata sempurna. Alih-alih menyehatkan, kata Rusmarni, makanan yang dibagikan justru menimbulkan risiko keracunan massal di sejumlah daerah.

"Tapi apa yang terjadi di lapangan ternyata, maaf ya, ini tidak lagi menjadi program tapi menjadi proyek, proyek bancakan yang memang nilainya itu kan fantastis ya. 40 persen dari 20 persen anggaran pendidikan kita habis kesedot untuk makan bergizi gratis ini. Tapi yang terjadi di lapangan yaitu makanan beracun gratis akhirnya," ujar Rusmarni.

Sementara itu Ketua Kopmas Yuli Supriati mengatakan, memberi makan anak-anak sekolah bukan berarti negara ini kelaparan. Meskipun begitu, ia mengaki, masih banyak anak-anak yang menderita gizi buruk. Menurut dia, program MBG sebaiknya diprioritaskan diberikan terlebih dahulu kepada daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dengan didasarkan pada riset yang matang sehingga pelaksanaannya tepat sasaran.

Selain itu, kata Yuli, program itu harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan. Misalnya, melalui survei kepada peserta didik untuk mengetahui kondisi kesehatan, potensi alergi, serta jenis makanan yang sesuai dengan selera dan kebiasaan di daerah masing-masing.

"Jadi kemanusiaanlah programnya misalnya memberikan survei ke anak-anak. ini yang alergi yang mana. Terus makanan yang disukai di daerah ini apa gitu kan.

Setiap Indonesia daerah-daerah kan beda-beda gitu. Jadi itu dulu harus pake penelitian lah lebih lanjut, jangan langsung dibikinin makanan kayak kita mau perang, tentara yang masak dibagikan pake ransum gitu kan. Waduh ngeri banget gitu," ucap Yuli.

Presiden Prabowo sebelumnya menyatakan bahwa jumlah anak yang keracunan 0,0017 persen dari total penerima MBG. Pernyataan itu ditanggapi keras oleh massa aksi. Dalam penelusuran Republika, Prabowo tidak pernah mengatakan 'hanya' yang dipermasalahkan para peserta aksi.

"Tidak 'hanya' ya, kita bicara tidak 'hanya', kita bicara nyawa. Jadi jangan sampai menunggu ada yang meninggal. Yang mau tanggung jawab siapa? Sekarang keracunan aja ini udah banyak," kata Yuli.

Massa aksi menegaskan mereka tidak menolak MBG, namun menuntut perbaikan menyeluruh. Mereka menutup aksi dengan pesan langsung kepada Presiden Prabowo.

"Saya tidak yakin, Pak Prabowo. Cucunya atau dari anak cucu ponakannya itu diberikan makan MBG. Coba kalau dimakan bagaimana, Pak? Anak cucu dari ponakan Pak Mahfud MD saja sudah keracunan. Siapa pun artinya bisa berpotensi keracunan anaknya," ujar Yuli.

Lima tuntutan massa aksi

1. Evaluasi total program MBG karena pada akhirnya, yang paling penting bukan sekadar

angka, melainkan kualitas dan tanggung jawab nyata pemerintah.

2. Penyaluran MBG dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluarga kelas bawah dan menengah.

3. Prioritas diberikan kepada keluarga di desa-desa dan kawasan miskin perkotaan yang paling rentan terhadap krisis pangan dan gizi.

4. Mekanisme penyaluran tunai kepada orang tua, dilakukan dengan transparan dan

akuntabel, dengan melibatkan komunitas, organisasi perempuan, dan masyarakat sipil

sebagai pengawas independen.

5. Tinjau ulang aspek konstitusi dan HAM Anak bukannya berbasis proyek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement