Senin 29 Sep 2025 18:31 WIB

Iran Bersiap Hengkang dari Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan Putus Kerja Sama dengan IAEA

Parlemen Iran sudah menyusun draf resolusi penarikan diri dari NPT.

Seorang pengunjuk rasa memegang poster Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Iran, Jumat, 20 Juni 2025.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Seorang pengunjuk rasa memegang poster Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Iran, Jumat, 20 Juni 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Komisi Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Nasional Parlemen Iran dilaporkan telah mencapai sebuah kesimpulan soal rencana final Iran untuk menarik dari dari Perjanjian Non Proliferasi (NPT). Rencana itu sebagai respons atas penerapan kembali sanksi dari PBB terhadap Iran terkait program nuklirnya.

Namun demikian, seperti dilaporkan Mehr News, Senin (29/9/2025), keputusan belum diambil oleh badan legislasi. Dalam sebuah wawancara dengan Tasnim News Agency, juru bicara parlemen, Ebrahim Rezaei mengatakan bahwa, reaksi dari parlemen Iran terhadap aksi ilegal tiga negara Eropa (E3) yang mengaktifkan kembali mekanisme 'snapback' adalah anggota parlemen mengajukan proposal penarikan Iran dari keanggotaan NPT.

Baca Juga

Rezaei mengklarifikasi, meski komisinya telah memfinalisasi satu rencana, hal itu belum diagendakan secara resmi untuk dibahas di parlemen. Merujuk pada draf proposal rencana itu, kata Rezaei, jika mekanisme snapback diaktifkan, pemerintah Iran diwajibkan secara formal memberi tahu Badan Energi Atom Internasional (IAEA) soal penarikan Iran dari NPT.

Rezaei menegaskan bahwa di bawah situasi terkini, Iran tidak memiliki alasan untuk tetap berada di NPT. Dia berargumentasi bahwa saat NPT dan IAEA memiliki kewajiban untuk membantu Iran dalam mengembangkan industri nuklir, dukungan itu belum pernah diberikan.

photo
Citra satelit dari Planet Labs PBC ini menunjukkan situs pengayaan nuklir Natanz di Iran setelah serangan Israel pada Sabtu, 14 Juni 2025. - (Planet Labs PBC via AP)

Iran selama ini telah patuh terhadap inspeksi ekstensif dari IAEA sebagai bukti komitmen program nuklirnya untuk perdamaian. Namun, IAEA gagal untuk memenuhi kewajibannya, dan malah menciptakan kondisi yang menjadi alasan pihak luar menyerang Iran.

"Kami tidak melihat adanya keuntungan dari keanggotaan NPT atau kerja sama dengan IAEA, dan oleh karena itu (kami) tidak melihat alasan untuk melanjutkan kerja sama," kata Rezaei.

Menimbang pernyataan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, selaku kepala dari Dewan Keamanan Tertinggi Nasional Iran, yang mengatakan Iran tidak akan meninggalkan NPR, Rezaei menegaskan, keberadaan parlemen adalah independen.

"Penarikan diri dari NPT membutuhkan konsensus nasional. Perwakilan dari bangsa Iran berkumpul di parlemen, bukan di pemerintahan, dan presiden tidak bisa menerapkan opininya di parlemen," ujar Rezaei.

 

 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement