Jumat 12 Sep 2025 19:39 WIB

Enam Lembaga Negara Resmi Bentuk Tim Independen Ungkap Fakta Demo Agustus–September

Pembentukan tersebut resmi diumumkan di kantor Komnas HAM.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Enam Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) membentuk tim independen untuk pencarian fakta guna merespons unjuk rasa dan kerusuhan Agustus–September 2025 di Jakarta dan berbagai daerah. Lembaga tersebut meliputi Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, LPSK, dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).

Pembentukan LNHAM tersebut resmi diumumkan di kantor Komnas HAM, Jumat (12/9/2025) sore. “Kami dari 6 lembaga memutuskan secara bersama-sama untuk melakukan pembentukan tim independen Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia untuk pencarian fakta terkait dengan peristiwa unjuk rasa dan kerusuhan Agustus-September 2025,” kata Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, Jumat (12/9/2025).

Baca Juga

Anis menjelaskan, pembentukan tim ini disebut sebagai wujud komitmen enam lembaga HAM dalam mengungkap fakta peristiwa unjuk rasa dan kerusuhan Agustus–September 2025. Kolaborasi itu diharapkan mampu menghadirkan laporan yang menyeluruh sesuai mandat masing-masing lembaga.

“Nantinya enam lembaga HAM dengan kewenangan yang berbeda dan juga concern issue terutama terkait dengan kelompok rentan yang berbeda-beda ini bisa menghasilkan satu fakta-fakta dan juga laporan yang komprehensif berdasarkan kewenangan masing-masing,” katanya.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Sondang Frishka menjelaskan bahwa peristiwa unjuk rasa dan kerusuhan Agustus–September 2025 itu menimbulkan sedikitnya 10 korban jiwa, satu di antaranya perempuan. Selain korban tewas, juga terdapat luka-luka, penangkapan sewenang-wenang, penahanan, kerusakan fasilitas umum, kerugian materi, hingga trauma sosial yang mendalam.

"Tim independen Lembaga Nasional HAM atau LN HAM untuk pencarian fakta ini dibentuk untuk bekerja secara objektif, imparsial, dan partisipatif yang bertujuan untuk mendorong kebenaran, penegakan hukum, pemulihan korban, serta pencegahan agar pelanggaran serupa tidak berulang,” katanya.

Di sisi lain, landasan kerja tim tersebut didasarkan pada mandat peraturan perundang-undangan yang melekat pada masing-masing institusi sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga, yakni UU 39/1999 untuk Komnas HAM, Keppres 181/1998 juncto Perpres 65/2005 juncto Perpres 8/2024 untuk Komnas Perempuan, UU 13/2006 juncto UU 31/2014 untuk LPSK, UU 37/2008 untuk Ombudsman RI, UU 23/2002 juncto UU 35/2014 untuk KPAI, serta UU 8/2016 untuk KND.

Tim independen tersebut juga berpedoman pada Konstitusi RI UUD 1945, antara lain menjamin hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak atas pengakuan dan perlindungan hukum; hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat; hak atas perlindungan diri dan rasa aman, serta pedoman instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi maupun menjadi standar global.

Di antaranya adalah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR, 1966), Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT, 1984), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW, 1979) dan General Recommendation Nomor 30 dan 35, Konvensi Hak Anak (CRC, 1989), serta Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD, 2006). Tim juga mengacu pada protokol dan pedoman khusus PBB, yaitu Minnesota Protocol on the Investigation of Potentially Unlawful Death (2016), Istanbul Protocol (2022), OHCHR Fact-Finding Guidance, serta UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials (1990). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement