REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM keberatan atas Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang disusun Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham). Rancangan UU ini dinilai berpotensi menghapus keberadaan Komnas HAM.
Dalam rancangan tersebut, Ketua Komnas HAM Anis Hidayat mendapati definisi, tujuan, dan kewenangan Komnas HAM tidak selaras. Menurut Anis, tujuan Komnas HAM mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan dan peningkatan perlindungan serta penegakan HAM akan mustahil tercapai jika kewenangan lembaga justru dibatasi. Padahal itulah perintah Pasal 75 dalam UU 39 tahun 1999 tentang HAM.
"Rancangan revisi UU HAM tersebut dapat dimaknai sebagai upaya menghapus keberadaan Komnas HAM dari kelembagaan HAM nasional" kata Anis kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).
Komnas HAM telah melakukan pengkajian dan menyusun naskah akademik serta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang menekankan pentingnya penguatan norma HAM, pemenuhan HAM oleh pemerintah, pengaturan tentang pembela HAM, perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan lansia), serta penguatan peran Komnas HAM dalam sistem perlindungan HAM di Indonesia agar semakin efektif.
"Untuk itu, Komnas HAM mendesak pemerintah agar substansi Rancangan Revisi UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM untuk tidak memperlemah, tetapi untuk memperkuat sebagai upaya mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia," ujar Anis.
Komnas HAM mencatat 21 pasal krusial dalam rancangan revisi tersebut yang bermasalah baik dari sisi norma maupun kelembagaan. Yaitu Pasal 1, Pasal 10, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 83–85, Pasal 87, Pasal 100, Pasal 102–104, Pasal 109, dan Pasal 127.
Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki empat tugas dan kewenangan utama sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (7), Pasal 75, dan Pasal 89 ayat (1–4): yakni pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi. Namun dalam rancangan terbaru, sebagaimana diatur pada Pasal 109, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM, melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM.
"Kecuali dalam hal regulasi dan instrumen internasional," ujar Anis.
Potensi ancaman independensi Komnas HAM juga ada dalam pasal 100 ayat (2) b dimana panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan oleh Presiden. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM.
"Hal ini bertentangan dengan prinsip indepensi dalam proses seleksi anggota Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Paris Principles," ujar Anis.
Anis mengamati penguatan terhadap Komnas HAM seolah ada melalui pengaturan pasal 112 yaitu rekomendasi Komnas HAM mengikat pemerintah dan anggota Komnas HAM dibantu oleh tenaga ahli.
"Namun apa artinya penguatan tersebut jika tugas dan wewenang Komnas HAM dikurangi, bahkan lebih dari setengah dari fungsi yang ada," ujar Anis.
Di sisi lain, Kementerian Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KemenHAM RI) sudah menggelar Rapat Koordinasi terkait Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Senin (27/10/2025). Rapat yang dipimpin oleh Wakil Menteri HAM Mugiyanto ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari kementerian dan lembaga negara, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, Bappenas, Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta para pakar dan ahli HAM.
Dalam kesempatan itu, Anis Hidayah sudah menyampaikan Revisi UU HAM harus memperjelas posisi dan kewenangan lembaga-lembaga nasional HAM (LNHAM). Sedangkan, Mugiyanto mengeklaim pembahasan revisi undang-undang ini merupakan momentum penting untuk memperkuat sistem perlindungan HAM nasional.
"Kami mengharapkan masukan dari seluruh kementerian dan lembaga agar hasil revisi ini tidak hanya menyentuh aspek normatif, tetapi juga implementatif. Semua usulan akan dirumuskan secara rinci, termasuk perbaikan pasal demi pasal,” ujar mantan aktivis 98 itu.
Mugiyanto mendukung masukan komprehensif dari seluruh peserta. Ia mengklaim seluruh rekomendasi dan catatan akan diinventarisasi oleh tim perumus untuk penyempurnaan rancangan.
“Kita ingin memastikan revisi UU HAM ini menjadi instrumen hukum yang kuat, adaptif, dan mampu menjawab tantangan zaman, termasuk isu digital, lingkungan, dan hak-hak sosial ekonomi masyarakat,” ujar Mugiyanto.