Selasa 26 Aug 2025 10:36 WIB

Penyebab Banyak Mahasiswa tak Lulus Ternyata Bukan karena Skripsi

Masalah sudah bisa diprediksi sejak awal lewat IPK dan tingkat kehadiran.

Melalui penelitiannya, dosen UBSI kampus Solo, Sardiarinto menyimpulkan penyebab utama kenapa mahasiswa lambat lulus.
Foto: UBSI
Melalui penelitiannya, dosen UBSI kampus Solo, Sardiarinto menyimpulkan penyebab utama kenapa mahasiswa lambat lulus.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Fenomena mahasiswa tak lulus tepat waktu bukan hal baru di dunia kampus. Kita sering menjumpai teman yang jarang hadir di kelas, lalu tiba-tiba namanya hilang dari daftar mahasiswa aktif. Atau dosen yang geleng-geleng kepala setiap akhir semester karena banyak mahasiswanya gagal lulus mata kuliah.

Selama ini, skripsi sering dianggap biang kerok keterlambatan kelulusan. Namun penelitian yang dilakukan Sardiarinto, dosen Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Kampus Solo, justru menemukan penyebab lain.

Dengan memanfaatkan algoritma K-Nearest Neighbor (K-NN), ia membuktikan, IPK dan kehadiran kuliah adalah faktor penentu paling kuat dalam memprediksi ketidaklulusan mahasiswa.

“Banyak mahasiswa menyalahkan skripsi sebagai alasan utama mereka gagal lulus. Padahal kalau kita lihat datanya, masalah itu sudah bisa diprediksi sejak awal lewat IPK dan tingkat kehadiran,” ujar Sardiarinto dalam keterangan tertulis, Selasa (26/8/2025).

Melalui pengolahan data menggunakan RapidMiner, algoritma K-NN menunjukkan hasil cukup mengejutkan. Mahasiswa dengan kehadiran minimal 75 persen dan IPK di atas 3,00 masih memiliki peluang 75 persen lulus dan hanya 25 persen berisiko tidak lulus.

Namun, bagi mahasiswa yang hanya memenuhi salah satu atau bahkan tidak memenuhi keduanya, peluang lulus anjlok drastis menjadi 22,73 persen saja, sementara risiko tidak lulus melonjak hingga 77,27 persen.

Menurut Sardiarinto, penelitian ini penting karena banyak kampus belum memiliki sistem peringatan dini untuk mendeteksi mahasiswa berisiko. Akibatnya, mahasiswa baru ketahuan bermasalah ketika sudah terlambat.

“Kalau data akademik digunakan sejak awal, kita bisa mengantisipasi lebih dini. Jadi bukan skripsi yang menakutkan, tapi kebiasaan akademik sejak semester pertama,” tegasnya.

UBSI sebagai Kampus Digital Kreatif mendukung penerapan teknologi data mining untuk kepentingan pendidikan. Penelitian semacam ini diharapkan membantu kampus merancang strategi pembelajaran yang lebih proaktif, sekaligus mendorong mahasiswa untuk lebih disiplin dalam perkuliahan.

Temuan Sardiarinto menegaskan, skripsi bukanlah satu-satunya ujian besar mahasiswa. Justru konsistensi hadir di kelas dan menjaga IPK sejak semester awal bisa menjadi kunci agar mereka tidak terjebak dalam status “tak lulus”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement