REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengakui kerja lembaganya dalam pemutusan akses terhadap situs judi online (judol) ternyata tidak cukup untuk memberikan efek jera bagi pelaku judol. Sehingga Meutya mendorong pemblokiran rekening sebagai solusi yang lebih efektif.
Hal itu disampaikan Meutya setelah Kementerian Komunikasi dan Digital menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening bank yang digunakan untuk transaksi judol.
"Konten bisa dibuat ulang dengan mudah, tapi rekening sulit dibuka kembali setelah diblokir," kata Meutya kepada wartawan, Rabu (30/7/2025).
Meutya mencatat sejak 20 Oktober 2024 hingga 28 Juli 2025, Kementerian Komdigi telah melakukan take down terhadap hampir 2,5 juta konten negatif. Rinciannya sekitar 1,7 juta di antaranya terkait judol.
"Data konten-konten negatif ini kami dapatkan dari aduan masyarakat dan sistem crawling kami," ucap politisi partai Golkar itu.
Hanya saja, Meutya mengamati peredaran situs judol masih marak dan terus dipromosikan di berbagai platform media sosial. Meutya menduga pelaku judol semakin kreatif dalam mencari celah yang tidak terlacak oleh sistem crawling konten untuk melakukan promosi judi online.
Oleh karena itu, Meutya menyambut baik langkah PPATK yang melakukan pelacakan rekening terindikasi terkait judol, sekaligus mendorong sektor perbankan untuk lebih ketat dalam proses verifikasi nasabah.
"Perbankan juga harus diminta untuk lebih ketat sehingga pelaku tidak bisa membuat rekening lagi," ucap Meutya.
Meutya mengatakan melalui kolaborasi lintas sektor antara Kemkomdigi dan PPATK, upaya untuk memutus mata rantai judi online diharapkan dapat berjalan lebih efektif.
"Ini bagus kalau disatukan, jadi ada crawling kontennya dan ada juga crawling rekeningnya," ujar Meutya.