Kamis 10 Jul 2025 17:54 WIB

Hasto Dua Kali Menangis Saat Bacakan Pleidoi, Ungkit Pesan Bung Karno dan Sejarah PDIP

Hasto menegaskan partainya tetap setia pada demokrasi di tengah pragmatisme politik.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
Terdakwa Hasto Kristiyanto menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK dengan pidana 7 tahun penjara denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Hasto telah terbukti melakukan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan terhadap perkara Harun Masiku.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Hasto Kristiyanto menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK dengan pidana 7 tahun penjara denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Hasto telah terbukti melakukan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan terhadap perkara Harun Masiku.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto meneteskan air mata ketika membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (10/7/2025). Hasto terjerat kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku.

Momen tangis Hasto pertama terjadi saat dirinya merasa mewariskan semangat perjuangan Bung Karno.

Baca Juga

"Sebab Bung Karno mengatakan ‘bahwa revolusi belum selesai’ dan Ibu Megawati Soekarnoputri telah berseru lantang pada tahun 1993 bahwa ‘Bendera sudah saya kibarkan, pantang untuk diturunkan'," kata Hasto dalam persidangan di PN Jakpus pada Kamis (10/7/2025).

Hasto menjatuhkan air matanya lagi saat mengungkit sejarah PDIP berperan sebagai suluh demokrasi yang menjadi harapan rakyat. Hasto mengenang perjuangan PDIP menghadapi rezim Orde Baru.

"Dalam sejarahnya pula ketika rezim otoriter berkuasa selama 32 tahun lamanya, PDI berperan penting sebagai suluh demokrasi. PDI Perjuangan menjadi harapan rakyat tertindas dan wahana bagi suara-suara kritis," ujar Hasto.

Hasto juga menegaskan PDIP terus memimpin pergerakan rakyat apapun resikonya. "Partai digerakkan oleh ide dan cita-cita bagi kemerdekaan agar keadilan dan kemakmuran rakyat dapat diwujudkan. Di dalam PDI Perjuangan selalu menyala dengan jiwa perjuangan," ujar Hasto.

Hasto lalu menyinggung peristiwa penyerangan kantor PDI pada 27 Juli 1996 atau Kudatuli. Saat itu, PDI mengalami dualisme kepengurusan.

"PDI Perjuangan mencoba dihancurkan melalui dualisme kekuasaan dengan campur tangan negara secara langsung yang berujung pada peristiwa 27 Juli 1996 yang sebentar lagi akan kami peringati," ujar Hasto.

Hasto sempat berhenti membacakan pleidoinya guna menghela napas sekaligus menahan tangis. Hasto menegaskan partainya tetap setia pada demokrasi di tengah pragmatisme politik.

"Sejarah penindasan akhirnya melahirkan PDI Perjuangan. Partai ini selalu setia pada jalan demokrasi meskipun pada periode 2004-2014, pragmatisme politik semakin menguat. Pada periode ini, eksistensi partai sepertinya hanya mewujud apabila menjadi bagian pemerintahan. Dalam periode ini PDI Perjuangan terus melakukan konsolidasi ideologi, organisasi, kader, dan sumber daya kepartaian," ucap Hasto. 

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut majelis hakim agar Hasto Kristiyanto dihukum 7 tahun penjara. Jaksa KPK meyakini Hasto bersalah dalam kasus perintangan penyidikan dan penyuapan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan soal pengurusan penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

Jaksa KPK pun menuntut Hasto supaya membayar denda Rp 600 juta. Kalau tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement