Sabtu 06 Dec 2025 15:10 WIB

Hampir Dua Pekan Setelah Bencana, Kemenhut Akui Penebangan Ilegal Picu Banjir di Tapanuli

Kemenhut menyebut kerusakan itu khususnya melanda wilayah hulu sungai.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Tumpukan kayu terlihat memenuhi aliran Sungai Gultom di Kampung Rambutan, Desa Tukka, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kamis (4/12/2025). Hari kesembilan bencana banjir di Tapanuli Tengah, Kampung Rambutan di Desa Tukka masih terendam banjir. Tumpukan kayu terlihat memenuhi Sungai Sigultom yang membuat aliran air meluber ke jalan. Upaya warga untuk membersihkan rumahnya dari lumpur terkendala peralatan dan tebalnya ketinggian lumpur yang menimbun rumah mereka.
Foto: Edwin Putranto/Republika
Tumpukan kayu terlihat memenuhi aliran Sungai Gultom di Kampung Rambutan, Desa Tukka, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kamis (4/12/2025). Hari kesembilan bencana banjir di Tapanuli Tengah, Kampung Rambutan di Desa Tukka masih terendam banjir. Tumpukan kayu terlihat memenuhi Sungai Sigultom yang membuat aliran air meluber ke jalan. Upaya warga untuk membersihkan rumahnya dari lumpur terkendala peralatan dan tebalnya ketinggian lumpur yang menimbun rumah mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akhirnya mengakui kerusakan lingkungan turut menjadi faktor pemicu banjir dan longsor di Tapanuli, Sumatera Utara (Sumut). Kemenhut menyebut kerusakan itu khususnya melanda wilayah hulu sungai disana.

Pernyataan ini disampaikan dua pekan setelah bencana dan merupakan hasil analisa awal Ditjen Gakkum Kehutanan.

Baca Juga

"Investigasi lapangan menunjukkan bahwa faktor pemicu utama bencana ini selain curah hujan ekstrem adalah kerusakan lingkungan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat aktivitas ilegal pembukaan lahan, khususnya terjadi di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan," kata Dirjen Gakkum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho dalam keterangannya kepada Republika, Sabtu (6/12/2025).

Dwi menduga hilangnya fungsi hidrologis hutan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan karena adanya penebangan liar terselubung sebagai praktik penebangan pohon di bawah payung izin Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) disalahgunakan. Bahkan aksi ilegal itu merambah ke kawasan hutan.

"Kami melihat pola yang jelas dimana ada kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal, disitu potensi bencana di hilir meningkat drastis," ujar Dwi.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement