REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Saluran TV Suriah, Al-Ikhbaria, mengutip sumber di kepemimpinan negara itu, melaporkan, bahwa Pemerintah Suriah belum siap untuk berunding sampai pihak Israel memenuhi persyaratan Perjanjian Pelepasan 1974. Untuk itu, masih terlalu dini untuk membicarakan normalisasi hubungan antara Suriah dan Israel.
Sebelumnya, sejumlah media regional dan internasional, dengan mengutip sumber mereka sendiri, melaporkan bahwa Suriah siap menandatangani perjanjian dengan Israel tentang normalisasi hubungan dalam beberapa bulan mendatang. Sumber di pemerintahan di Damaskus menekankan bahwa pernyataan tentang penandatanganan perjanjian damai dengan perwakilan Israel pada tahap ini masih terlalu dini.
Pekan lalu, kepala urusan luar negeri Israel Gideon Saar mengatakan, pihaknya tertarik untuk menormalisasi hubungan dengan Suriah dan Lebanon, asalkan kepentingan keamanan nasional dilindungi. Saar juga menekankan bahwa Dataran Tinggi Golan akan tetap berada di bawah kedaulatan Israel berdasarkan perjanjian apa pun.
Sebelumnya pada Desember 2024, setelah pergantian kekuasaan di Suriah, pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa perjanjian pelepasan dengan Suriah di Dataran Tinggi Golan, yang dicapai tak lama setelah Perang Yom Kippur 1973, tidak lagi berlaku. Menurut pihak Israel, hal itu karena prajurit Suriah telah meninggalkan posisi mereka.
Netanyahu menekankan bahwa, bersama dengan menteri pertahanan dan dengan dukungan penuh dari kabinet, ia telah memerintahkan angkatan bersenjata Israel (IDF) untuk menduduki zona pelepasan tersebut.
Dataran Tinggi Golan merupakan bagian dari Suriah hingga 1967. Selama Perang Enam Hari, pasukan Israel menduduki wilayah tersebut, dan setelah Perang Yom Kippur (1973), kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata dan penarikan pasukan. Sementara pada 1974, pos penjaga perdamaian PBB mulai hadir di Dataran Tinggi Golan.