Senin 09 Jun 2025 12:06 WIB

Komnas HAM Ungkap Mirisnya Kondisi Pengungsi Papua, Pangan Kurang Hingga 4 KK Huni Rumah 6x8 Meter

Mereka yang kabur dari konflik justru kini berhadapan dengan masalah kesejahteraan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Para pengungsi dari konflik TNI-separatis Papua di Kabupaten Puncak pada akhir Juni 2024.
Foto: Dok TPNPB/OPM
Para pengungsi dari konflik TNI-separatis Papua di Kabupaten Puncak pada akhir Juni 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan pengungsi di Papua tidak berada dalam kondisi layak. Mereka yang kabur dari konflik justru kini berhadapan dengan masalah kesejahteraan.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah menyebut para pengungsi hidup berdesakan karena mereka tinggal bersama dengan keluarga dan kerabat yang berasal dari Kabupaten Puncak. Setidaknya satu rumah dihuni rata-rata 3 sampai 4 kepala keluarga (KK) dengan luasan rumah sekira 6x8 meter persegi. Pekerjaan pengungsi pun terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kebanyakan pengungsi berkebun.

Baca Juga

"Hasil kebun kemudian dikonsumsi sendiri dan atau dijual di pasar," kata Anis kepada Republika, Senin (9/6/2025).

Pengungsi mayoritas kekurangan pangan dengan rata-rata makan hanya 1 atau 2 kali sehari. Mereka biasa hanya makan satu kali pada siang hari, sementara malam bisa makan jika ada sumbangan kerabat, atau jika ada lebih hasil kebun.

"Di Jayanti, Timika, karena banyaknya jumlah anggota keluarga maka persediaan makanan tidak mencukupi kebutuhan untuk bisa makan 3 kali sehari. Situasi ini menimbulkan perselisihan antara pengungsi dan keluarga yang ditumpanginya. Hanya sebagian pengungsi di Timika dapat makan dua kali dalam sehari pada siang hari dan sore hari," ujar Anis.

Kemudian, pengungsi anak di beberapa wilayah di Kabupaten Nabire dapat bersekolah di sekolah setempat. Untuk pendidikan dasar, sebagian pengungsi di wilayah Kabupaten Nabire dapat bersekolah di SD setempat. Namun anak pada usia SMP dan SMA kebanyakan belum dapat melanjutkan sekolah.

Di Siriwini, Nabire, anak usia sekolah dapat bersekolah di SD dan SMP Nabire. Sementara di bagian lain di Nabire, anak usia sekolah dapat bersekolah di Nabire secara gratis. Di Timika, para pengungsi anak bersekolah Kabupaten Mimika. Namun, di Nabire, pengungsi anak tidak dapat mengenyam pendidikan karena guru di Sinak pergi mengamankan diri.

"Jika mampu maka orang tua akan mengupayakan untuk bisa pindah sekolah. Namun jika orang tidak mampu memindahkan mereka ke sekolah, maka mereka akan putus sekolah," ujar Anis.

Komnas HAM juga mendapati Kementerian Sosial, melalui Gereja GKI menyalurkan bantuan sosial bagi pengungsi. Namun bantuan itu belum merata. Sehingga pengungsi mengakui masih mengalami kelaparan dan tidak menerima bantuan pangan.

"Pemerintah daerah tidak memiliki data pengungsi dan program yang spesifik diperuntukkan bagi pengungsi yang berada di luar wilayah kabupaten," ucap Anis.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement