Kamis 10 Apr 2025 19:05 WIB

Kades Kohod tak Dijerat Pidana Korupsi, Polri Berdalih Sulit Temukan Kerugian Negara

Polri mengaku sudah berkoordinasi dengan BPK dalam kasus Pagar Laut di Kohod.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan keterangan pers di Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/2/2025). Bareskrim Polri resmi menahan Kepala Desa Kohod, Arsin dan tiga tersangka lainnya terkait kasus dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro menyampaikan keterangan pers di Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/2/2025). Bareskrim Polri resmi menahan Kepala Desa Kohod, Arsin dan tiga tersangka lainnya terkait kasus dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di wilayah pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri menyampaikan sejumlah alasan mengapa tak bisa memenuhi petunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung) agar menjerat para tersangka kasus pagar laut di Tangerang, Banten dengan pasal-pasal terkait tindak pidana korupsi (tipikor).

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, kasus pemagaran laut sepanjang 30 Km tersebut, tetap mengacu pada penjeratan pidana umum berupa pemalsuan, karena tim penyidikan tak menemukan adanya unsur kerugian negara.

Baca Juga

Djuhandani menjelaskan, tim penyidiknya sudah menerima pengembalian berkas perkara dari kejaksaan atas nama Arsin, kepala desa (Kades) Kohod yang merupakan salah-satu tersangka kasus pagar laut.

Dalam pengembalian berkas tersebut, kata Djuhandani, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memang memberikan catatan-catatan dan petunjuk agar penyidik di Dittipidum Bareskrim menjerat para tersangka mengacu pada pasal-pasal dalam Undang-undang (UU) Tipikor.  “Kasus Kohod (pagar laut Tangerang), kami sudah membaca dan mempelajari petunjuk-petunjuk P-19 dari kejaksaan,” kata Djuhandani di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (10/4/2025).

Dari pengembalian berkas tersebut, selanjutnya, kata Djuhandani tim penyidiknya berusaha untuk memenuhi petunjuk tersebut agar dapat menerapkan sangkaan-sangkaan korupsi. Tim penyidik, kata Djuhandani berkoordinasi dengan lembaga-lembaga auditor negara.

Koordinasi tersebut untuk meminta penjelasan dari auditor tentang apakah ada kerugian negara dalam kasus pagar laut di Tangerang, Banten. Penjelasan auditor negara terkait ada atau tidaknya kerugian negara itu, menjadi dasar mutlak bagi penyidik dalam penjeratan sangkaan korupsi.

“Dari teman-teman BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), kita diskusikan kira-kira ini (pemagaran laut) ada kerugian negaranya di mana? Dan mereka (BPK), belum bisa menjelaskan,” ujar Djuhandani.

Selain meminta pendapat dari BPK, kata Djuhandani, tim penyidik juga meminta pendapat para saksi-saksi ahli. “Dan dari diskusi dengan beberapa ahli, kita mempelajari apakah ini (pemagaran laut) termasuk kategori tindak pidana korupsi atau tidak,” ujar Djuhandani.

Dari kesimpulan bersama BPK, serta pendapat para ahli, penyidik mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 25/PUU-14-2016. Putusan khusus tersebut terkait dengan dasar konstitusionalitas penanganan perkara tindak pidana korupsi yang mengharuskan adanya kerugian negara nyata. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement