Senin 25 Aug 2025 17:02 WIB

Penerjemah dan Organisasi Jasa Bahasa Ikut Gugat UU Bahasa

Legal standing uji materi UU Bahasa dinilai semakin kuat.

Direktur Eksekutif DECONSTITUTE, Harimurti Adi Nugroho (tengah) dan para pemohon, saat sidang di Mahkamah Konstitusi, Senin (25/8/2025).
Foto: istimewa/screen layar
Direktur Eksekutif DECONSTITUTE, Harimurti Adi Nugroho (tengah) dan para pemohon, saat sidang di Mahkamah Konstitusi, Senin (25/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jumlah penggugat uji materi (judicial review) UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa) bertambah. Sebanyak 16 penerjemah profesional dan 1 organisasi jasa bahasa ikut bergabung sebagai Pemohon uji materi Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU Bahasa, yang dinilai multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Hal ini tampak dalam sidang perbaikan permohonan atas perkara yang dicatat dengan nomor perkara 127/PUU-XXIII/2025, yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (25/8/2025). Para penerjemah dan organisasi jasa bahasa ini menggabungkan diri dalam permohonan yang sebelumnya telah diajukan oleh Democracy, Economic & Constitution Institute (DECONSTITUTE) bersama empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS).

Direktur Eksekutif DECONSTITUTE, Harimurti Adi Nugroho, mengatakan, keikutsertaan para penerjemah dan agensi jasa bahasa ini semakin memperkuat legal standing dan memperjelas kerugian konstitusional dalam permohonan yang telah diajukan sebelumnya. “Kami sangat mengapresiasi. Sebenarnya lebih banyak lagi yang mau ikut, cuma kan ada batas waktu untuk ajukan perbaikan. Mereka semakin memperkuat permohonan, karena kerugian faktual dan potensial yang dialami sangat jelas. Legal standing-nya pun jadi makin kuat,” ujar Harimurti, dalam siaran pers, Senin (25/8/2025).

Harimurti juga menyinggung mengenai pentingnya menegakkan kepastian hukum dan kedaulatan bahasa yang diamanatkan oleh Pasal 36 UUD 1945. “Teman-teman (penerjemah) itu akan merasa nyaman bila kedaulatan bahasa negara dan kepastian hukum ditegakkan. Kalau sekarang kan justru sebaliknya karena normanya bermasalah. Wajar saja bila teman-teman itu merasa profesinya terancam," ungkapnya.

Selain penambahan jumlah pemohon, dalam agenda sidang perbaikan permohonan itu, para pemohon menyampaikan telah menyempurnakan petitumnya.  Harimurti mengatakan, perbaikan ini dirancang untuk menjawab sekaligus mengantisipasi kekhawatiran adanya ketidakpastian hukum baru apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tafsir ulang atas Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU Bahasa. 

"Kami merancang petitum yang tidak hanya bersifat prospektif, tetapi juga menawarkan solusi transisional,” kata Harimurti. Skema ini, lanjutnya, merupakan jalan tengah yang paling rasional untuk menegakkan konstitusi, tanpa menimbulkan gejolak dalam praktik kerjasama berdasarkan perjanjian.

Sebelumnya dalam gugatan uji materil ini hanya terdapat 5 pihak yang menjadi pemohon, yakni Devi Ramadhani, Yanhar Mizam, Agung Ramadhan dan Anandhita Sandryana sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UNAS, serta DECONSTITUTE sebagai ormas berbadan hukum. Dengan adanya tambahan 16 penerjemahprofesional (penerjemah tersumpah dan bukan tersumpah) dan 1 organisasi jasa bahasa ini, maka keseluruhan total pemohon uji materil menjadi 22.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement