REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menunggu kelengkapan berkas perkara kasus pagar laut di Tangerang, Banten yang menjerat Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin sebagai tersangka di Polri. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan tim jaksa penuntut umum di Kejagung, belum menerima kembali pelimpahan berkas perkara kasus yang selama ini dalam penyidikan di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
“Hingga saat ini, penyidik belum mengirimkan berkas perkara a quo,” ujar Harli saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (9/4/2025).
Namun Harli menerangkan, tim jaksa peneliti pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), pada Senin (24/3/2025) lalu sudah mengembalikan berkas perkara tersebut untuk dilengkapi oleh penyidik kepolisian. Karena kata Harli, tim jaksa peneliti menilai kasus pemagaran laut sepanjang 30,6 Kilometer (Km) di kawasan perairan utara Tangerang tersebut memiliki indikasi tindak pidana korupsi (tipikor).
Sementara dalam berkas perkara yang sudah dilimpahkan penyidik Dittipidum ke Jampidum sebatas penyangkaan pemalsuan surat-surat dan dokumen untuk kepemilikan lahan. “Petunjuk JPU (Jaksa Penuntut Umum) agar penyidik (di kepolisian) melakukan penyidikan dalam perkara ini dengan pasal persangkaan dalam UU Tipikor,” ujar Harli.
Dalam dalam catatan petunjuk kejaksaan itu, juga meminta agar Bareskrim Polri berkoordinasi dengan jaksa penyidik di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). “Yang harus dipahami, penyidik dalam berkas perkara melakukan penyidikan dengan pasal-pasal dalam tindak pidana umum. Dan oleh JPU memberi petunjuk agar perkara dimaksud disidik dengan UU Tipikor,” kata Harli.
Pada saat pengembalian berkas perkara tersebut, Harli juga pernah menerangkan hal yang serupa. Menurut jaksa, kata Harli, kasus pemalsuan dokumen dan surat-surat beserta penggunaannya untuk penerbitan SHM di kawasan perairan tersebut bertujuan untuk menguntungkan pihak lain.
Kejaksaan berpendapat, pemalsuan tersebut diduga untuk keuntungan pihak lain yang akan mengembangkan proyek kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland. Sehingga menurut jaksa, kata Harli, adanya indikasi tindak pidana lainnya yang menyangkut tentang tindak pidana korupsi.
“Analisis jaksa mengungkapkan adanya indikasi kuat bahwa penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum. Dan dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenanga oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk kepala desa Kohod, dan Sekreratis Desa Kohod,” ujar Harli.
Pun dari analisa jaksa atas kasus tersebut lengkap dugaan korupsinya karena adanya kerugian keuangan, maupun perekonomian negara. “Selain itu, ditemukan juga potensi kerugian keuangan negara, dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal. Hal tersebut termasuk dalam penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ujar Harli.
Atas catatan-catatan dalam pengembalian berkas tersebut, jaksa meminta agar tim penyidik kepolisian memenuhi petunjuk-petunjuk yang sudah disampaikan jaksa dalam pengembalian berkas perkara tersebut.“Jaksa memberikan petunjuk agar penyidikan perkara pagar laut ini, ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor),” ujar Harli.