REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengumumkan bahwa negaranya akan mengadakan pembicaraan tidak langsung tingkat tinggi dengan Amerika Serikat di Oman pada Sabtu. Pengumuman ini hanya beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump berbicara tentang negosiasi langsung antara kedua belah pihak.
“Iran dan Amerika Serikat akan bertemu di Oman pada hari Sabtu untuk melakukan pembicaraan tidak langsung tingkat tinggi,” kata Araghchi dalam sebuah postingan di platform X pada Selasa pagi. “Ini merupakan sebuah peluang sekaligus ujian. Bola ada di tangan Amerika,” tambahnya.
Hal ini terjadi setelah Trump mengatakan Amerika Serikat akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Iran saat menerima Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada hari Senin. Trump mengatakan bahwa proses tersebut telah dimulai. “Mungkin kesepakatan akan tercapai, dan itu akan sangat bagus. Kami akan mengadakan pertemuan yang sangat penting pada hari Sabtu, hampir pada tingkat tertinggi,” lanjutnya.
Trump sebelumnya menekankan bahwa "semua orang setuju bahwa membuat kesepakatan akan lebih baik daripada melakukan apa yang sudah jelas, dan apa yang sudah jelas adalah sesuatu yang sejujurnya saya tidak ingin terlibat di dalamnya, dan sejujurnya Israel tidak ingin terlibat di dalamnya jika hal itu bisa dihindari."
Sementara itu, the New York Times mengutip para pejabat Iran yang mengatakan bahwa Iran terbuka untuk negosiasi langsung dengan Washington jika negosiasi tidak langsung berjalan baik. Para pejabat Iran menjelaskan bahwa Teheran "memahami perundingan tersebut dengan cara yang berbeda dari yang digambarkan Trump."

Bulan lalu, Trump mengirim surat ke Teheran yang menyerukan pembicaraan mengenai program nuklirnya, sambil memperingatkan bahwa program nuklirnya akan "dibom" jika negosiasi antara kedua negara gagal.
Selama masa jabatan presiden pertamanya, Trump mengadopsi kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, secara sepihak mengumumkan penarikan negaranya dari perjanjian internasional mengenai program nuklir Iran dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran, yang menanggapinya dengan secara bertahap membatalkan komitmennya berdasarkan perjanjian tersebut.
Setelah kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari lalu, Trump kembali mengadopsi kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Teheran, namun pada saat yang sama menegaskan keterbukaannya untuk berdialog dengan Iran guna mencapai kesepakatan nuklir baru.
Di sela pertemuannya dengan PNetanyahu, hari ini, Presiden AS mengatakan bahwa perundingan ini adalah bagian dari upaya untuk menghindari konflik, dan menekankan bahwa keberhasilan perundingan ini akan menjadi “kepentingan Iran.” Dia menambahkan bahwa Israel ingin menjadi mitra dalam perundingan ini, dan “ingin terlibat di dalamnya,” yang menunjukkan keinginan Tel Aviv untuk berperan dalam menentukan hasil dari setiap perjanjian potensial.
Trump menyatakan kesediaannya untuk mencapai perjanjian nuklir baru dengan Iran, dan menyatakan bahwa perjanjian berikutnya “bisa berbeda dan lebih kuat.” Namun, ia memperingatkan bahwa kegagalan perundingan akan "membuat Iran menghadapi bahaya besar," dan menekankan bahwa Teheran "tidak dapat memiliki senjata nuklir."
Ali Larijani, penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei menyatakan negaranya tidak punya pilihan selain membuat senjata nuklir jika diserang oleh Amerika Serikat atau sekutunya. Hal ini disampaikan seturut perkiraan jenderal AS bahwa Iran mampu membuat senjata nuklir dalam waktu sepekan mendatang.
“Kami tidak bergerak ke arah senjata (nuklir), namun jika Anda membuat kesalahan dalam masalah nuklir, Anda akan memaksa Iran untuk melakukan hal tersebut karena mereka harus mempertahankan diri,” kata Ali Larijani kepada TV pemerintah dilansir Anadolu. “Iran tidak ingin melakukan ini, tapi ketika Anda memberikan tekanan…(Iran) tidak punya pilihan,” tambahnya.
Larijani mengatakan AS akan memaksa Iran mengambil keputusan “berbeda” jika memilih untuk mengebom Iran sendiri atau melalui Israel. “Iran tidak ingin mengambil jalan ini, tetapi ketika Anda memberikan tekanan, Iran akan menemukan pembenaran sekunder dan tidak punya pilihan lain. Rakyat akan mendorongnya (kepemilikan senjata nuklir), dengan alasan bahwa hal itu perlu demi keamanan negara,” tambahnya.