Senin 10 Nov 2025 14:36 WIB

Iran dan Israel akan Berperang Lagi, 'Cuma Masalah Waktu'

Menurut pengamat, Israel merasa belum menyelesaikan tugasnya pada perang 12 hari.

Petugas penyelamat, polisi dan militer memeriksa bangunan yang hancur terkena rudal Iran di Tel Aviv, Senin (16/6/2025). Serangan Iran membuat sejumlah bangunan di Israel hancur berantakan. Komando Front Dalam Negeri Israel mengatakan serangan Iran meluas dari Eilat di selatan hingga kota Naqoura di utara, tanpa sepenuhnya bisa dicegat sistem pertahanan udara.
Foto: AP Photo/Baz Ratner
Petugas penyelamat, polisi dan militer memeriksa bangunan yang hancur terkena rudal Iran di Tel Aviv, Senin (16/6/2025). Serangan Iran membuat sejumlah bangunan di Israel hancur berantakan. Komando Front Dalam Negeri Israel mengatakan serangan Iran meluas dari Eilat di selatan hingga kota Naqoura di utara, tanpa sepenuhnya bisa dicegat sistem pertahanan udara.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perang baru antara Israel dan Iran dinilai "sekadar masalah waktu" menurut sebuah laporan New York Times, di mana laporan itu menyebut Iran masih menyimpan stok uranium dengan kadar pemurnian tinggi dan terus memproduksi ribuan rudal. Seperti dilansir Times of Israel, laporan New York Times dipublikasikan pada Ahad (9/11/2025), meragukan perang 12 hari pada Juni lalu telah berhasil menghancurkan program nuklir Iran.

Para ahli dan pejabat di Timur Tengah meyakini bahwa serangan Israel dan AS pada Juni lalu hanya mengakibatkan kerusakan ringan terhadap fasilitas nuklir Iran, bertolak belakang dengan klaim Presiden Donald Trump. Atas dasar itu, kedua negara saat ini tengah mempersiapkan diri masuk ke dalam konflik baru dengan Iran.

Baca Juga

"Stok uranium Iran dengan kadar pemurnian tinggi, cukup untuk membuat 11 bom nuklir, antara terkubur di reruntuhan, seperti klaim Iran, atau telah dipindah ke tempat aman, seperti yang diyakini para pejabat Israel," demikian laporan New York Times.

Ada faktor lain yang memungkinkan terjadi perang baru. Di antaranya adalah kebuntuan berlanjut antara AS dan Iran soal negosiasi program nuklir Iran. Ditambah, perjanjian 2015 yang diprakarsai AS dan negara-negara Eropa telah kedaluwarsa belakangan ini dan memicu sanksi berat terhadap Teheran.

Faktor-faktor itu, ditambah dengan upaya Iran memperbaiki fasilitas pengayaan uranium mereka dan menolak IAEA melaksanakan inspeksi, membuat akademisi Teluk yakin serangan baru Israel "hampir tak terhindarkan". Diketahui, sebagai persiapan menghadapi perang selanjutnya, Teheran telah meningkatkan produksi rudal-rudalnya dengan harapan bisa "menembakkan 2.000 rudal sekali serang untuk membuat sistem pertahanan udara Israel kewalahan, bukan 500 rudal seperti pada perang 12 hari," ujar Ali Vaez, Direktur Proyek Kelompok Krisis Internasional, kepada New York Times.

photo
Rudal Fattah. Iran mengklaim telah menciptakan rudal hipersonik yang mampu melaju dengan kecepatan 15 kali kecepatan suara. - (Hossein Zohrevand/Tasnim News Agency via AP)

Menurut Vaez, Israel merasa belum menyelesaikan tugasnya pada perang 12 hari dan tidak memiliki alasan untuk tidak melanjutkan perang. Sehingga, Iran pun lebih mempersiapkan diri untuk perang berikutnya, meski menurutnya, belum ada tanda-tanda perang akan berlangsung dalam waktu dekat.

Meski telah terjadi beberapa kali upaya untuk membangkitkan kembali proses negosiasi antara Iran dan negara Barat, hingga kini tidak ada hasil yang signifikan. Bahkan, pada pekan lalu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei meragukan apakah mereka bisa terlibat dalam negosiasi lebih jauh.

Menurut Vaez, para pejabat Iran saat ini terbelah soal bagaimana mengatasi kebuntuan diplomasi dengan AS. Beberapa masih ingin mengejar kesepakatan nuklir dengan AS, percaya bahwa jalan itu lebih baik untuk Iran di mana 92 juta rakyatnya saat ini menghadapi lonjakan inflasi dan kelangkaan air bersih. Tetapi, Vaez melanjutkan, tidak semua pejabat Iran setuju dengan jalur diplomasi dan memilih konfrontasi, karena percaya adalah kesia-siaan bernegosiasi dengan Trump, yang dalam sejarahnya pernah secara sepihak menarik diri dari perjanjian pada 2015.

Terlepas dari adanya dua kubu di atas, menurut Vaez, para pejabat tinggi Iran percaya pada satu hal, babak baru perang dengan Israel tidak terhindarkan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement