Sabtu 15 Mar 2025 01:55 WIB

Memulai Penyelidikan Korupsi dengan Melihat Kerugian Negara, Kejagung Dinilai Sudah Tepat

Kejagung tidak asal-asalan dalam menentukan kerugian negara.

Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) saat dibawa ke sel tahanan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus - Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Selasa (25/2/2025).  RS Ditetapkan tersangka korupsi ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina 2018-2023.
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) saat dibawa ke sel tahanan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus - Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Selasa (25/2/2025). RS Ditetapkan tersangka korupsi ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina 2018-2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, mengatakan, penanganan dugaan korupsi impor minyak mentah harus menjadi pemancing perbaikan Pertamina secara keseluruhan. Dengan begitu diharapkan Pertamina mendatang bisa lebih baik dari yang sekarang. 

“Karena bagaimanapun Pertamina adalah BUMN yang paling kaya, karena itu potensi penyelewengannya sangat banyak,” kata Abdul Fickar. 

Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan memulai penyelidikan perkara dugaan korupsi anak perusahaan Pertamina, yaitu Patraniaga, dengan memulai dari melihat adanya kerugian negara, menurut Abdul Fickar, sudah tepat. “Ketika ada kerugian negara baru kemudian disasar siapa saja yang terlibat. Pengambil keputusannya ini-ini, dan sebagainya,” ungkap Abdul Fickar.

Untuk tahu kerugian negara Pertamina yang disebut Rp.193,7 triliun tersebut, kata Abdul Fickar, penting peranan para ahli.  Sehingga Kejagung tidak asal-asalan dalam menentukan kerugian negara. “Harusnya didasarkan pada audit dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” kata dia. 

Peran BPK di awal penyelidikan perkara korupsi sangat strategis. Sepanjang sudah di-back up dengan perhitungan kerugian negara dari ahli, menurut Abdul Fickar, penyelidikan perkara sudah bisa jalan. “Persoalan nanti terbukti atau tidak pelakunya maka biar pengadilan yang memutuskan,” ungkap Abdul Fickar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement