REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) membandingkan angka efisiensi anggaran pemerintah dengan kasus dugaan korupsi yang terungkap belakangan ini. Menurutnya, angka efisiensi yang dilakukan pemerintah ternyata tak seberapa, dibandingkan dengan kerugian negara yang fantastis akibat kasus korupsi tersebut.
“Sangat miris, saat pemerintah bekerja keras mewujudkan target efisiensi anggaran yang ‘hanya’ Rp 306 triliun, pengungkapan beberapa kasus korupsi yang baru justru memperlihatkan nilai kerugian negara yang luar biasa besarnya dan sulit diterima akal sehat,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (1/3/2025).
Politisi Partai Golkar tersebut menyinggung sejumlah kasus korupsi yang dimaksud. Yakni kasus dugaan korupsi dari anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 968,5 triliun.
“Nilai korupsi era sekarang masuk skala triliunan rupiah. Bayangkan, sebuah kasus korupsi bisa mengakibatkan negara rugi hampir Rp 1.000 triliun,” ujar Bamsoet.
Ia mengaku prihatin terhadap perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia yang dinilai belum menunjukkan hasil signifikan. Sementara skala kerugian negara yang ditimbulkan justru semakin menggunung.
“Sepanjang periode 2020—2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 2,5 triliun. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan dampak kerugian negara yang terus meningkat,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia terbilang sangat minim dari hasil pencapaian. Terbukti dari masih maraknya kasus korupsi yang kian kompleks serta menciptakan kerugian negara yang kian jumbo.
Lebih lanjut, dengan nilai kerugian negara yang fantastis, Bamsoet meyakini bahwa kasus korupsi tersebut tidak hanya melibatkan satu atau dua oknum saja. Tetapi dilakukan secara terorganisir dan berkelompok di dalam birokrasi kementerian/lembaga (K/L).
Selain itu, Bamsoet juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di beberapa K/L yang menurutnya sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Khususnya terkait tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal (Itjen) dalam melakukan pengawasan internal. Sehingga, pemerintah dan DPR RI perlu bersama-sama merumuskan strategi baru yang lebih efektif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Indonesia butuh strategi baru dalam pemberantasan korupsi, karena metode dan strategi yang diterapkan sekarang terbukti tidak efektif,” tutupnya.