Sabtu 01 Mar 2025 14:37 WIB

Merunut Perjalanan Sritex, Raja Tekstil yang Kini Tumbang Terkubur Utang

Setelah diputus pailit pada Oktober 2024, Sritex kini dinyatakan bangkrut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Mas Alamil Huda
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Perjalanan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex resmi berakhir pada 28 Februari 2025. Setelah diputus pailit pada Oktober 2024, Sritex harus kembali menelan pil pahit ketika dinyatakan insolvent atau bangkrut oleh hakim pengawas Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang yang menangani perkara kepailitannya. Keinginan going concern atau keberlangsungan usaha kandas dan lebih dari 10 ribu pekerja Sritex harus mengalami PHK.

Dikutip dari situs web resminya, PT Sritex didirikan oleh HM Lukminto pada 1966. Awalnya Sritex adalah perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Pada 1968, Sritex membuka pabrik cetak pertamanya yang memproduksi kain putih dan berwarna di Solo. Sepuluh tahun kemudian, Sritex terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan.

Baca Juga

Pada 1982, Sritex membangun pabrik tenun pertamanya. Kemudian pada 1992, perusahaan tersebut memperluas pabrik dengan empat lini produksi dalam satu atap, yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana. Tahun 1994 Sritex menjadi produsen seragam militer untuk aliansi pertahanan NATO.

Sritex berhasil selamat dari krisis moneter tahun 1998. Perusahaan tersebut justru berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.

Pada 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode emiten SRIL. Pada 2014, putra sulung HM Lukminto yang memimpin Sritex, Iwan S Lukminto, memperoleh penghargaan Businessman of the Year dari Majalah Forbes Indonesia. Setahun kemudian, PT Sritex dianugerahi Top Performing Listed Companies in Textile and Garment Sector oleh Majalah Investor. Sritex telah banyak menerima penghargaan serupa.

Tahun 2016, Sritex berhasil menerbitkan obligasi global senilai 350 juta dolar AS yang jatuh tempo pada 2021. Pada 2017, Sritex kembali menerbitkan obligasi global senilai 150 juta dolar AS yang jatuh tempo tahun 2024. Tahun 2021 dianggap sebagai awal mula kejatuhan Sritex saat mereka tak mampu membayar utang sindikasi sebesar 350 juta dolar AS. Kala itu Sritex menyampaikan bahwa utang tersebut akan diajukan untuk direstrukturisasi.

Sritex mencatat rugi bersih 14,8 juta dolar AS atau setara Rp 235 miliar pada kuartal I 2024 atau periode Januari-Maret. Kerugian itu lebih tinggi 61 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,2 juta dolar AS. Per 31 Maret 2024, saldo laba Sritex defisit 1,18 miliar dolar AS atau hampir Rp 2 triliun.

Menurut Bursa Efek Indonesia, per 31 Maret 2024, Sritex memiliki 11.249 karyawan. Padahal pada akhir Desember 2023, mereka masih mempunyai 14.138 karyawan. Artinya dalam kurun tiga bulan, perusahaan tersebut memecat lebih dari 3.000 pegawainya.

Diputus pailit

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement