REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR menaruh perhatian serius terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Tegasnya, penetapan tersebut merupakan kejadian luar biasa yang sangat mencoreng aparat penegak hukum.
"Kita pasti pimpinan akan rapat untuk ini, tidak mungkin, dari pimpinan akan rapat dan kemudian Komisi III internal juga rapat. Karena ini ada kejadian yang sungguh luar biasa," ujar Ketua Komisi III Bambang Wuryanto di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Komisi III sendiri akan menghormati proses hukum terhadap Firli. Meskipun begitu, pihaknya akan memberikan perhatian secara khusus terhadap KPK setelah ada kasus yang mencoreng lembaga antirasuah itu.
Salah satunya adalah dengan mengevaluasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Termasuk aturan turunannya hingga standar operasional prosedur (SOP) di KPK.
"Kalau ada situasi seperti ini tentu semua akan mengoreksi ke dalam, melakukan introspeksi, tetapi sekaligus retrospeksi adalah langkah-langkah atau aksi-aksi yang pernah dilakukan, retrospeksi," ujar Bambang.
"Kita akan tinjau kembali tentu adalah peraturan undang-undang dan kemudian turunannya," katanya menegaskan.
Kendati demikian, Komisi III belum akan membahas status Firli sebagai Ketua KPK. Menurutnya, pergantian Ketua KPK harus dibahas dengan detail, sambil menunggu mekanisme hukum dan standar operasional prosedur di lembaga antirasuah itu.
"Nanti kalau aku ngomong seperti itu (pergantian ketua KPK) dikiranya nanti langsung melakukan ini, nggak boleh, step by step. Jangan tergesa-gesa," ujar Bambang.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengapresiasi Polda Metro Jaya, yang menetapkan Firli sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan menteri pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Status tersebut seharusnya membuat Firli sadar untuk mengundurkan diri dari lembaga antirasuah itu.
Penetapan status tersangka terhadap Firli menunjukkan bahwa tak ada posisi aman bagi pihak yang melanggar hukum. Hal tersebut juga menunjukkan keseriusan kepolisian menangani perkara tersebut. "Seharusnya FB dengan inisiatif mengundurkan diri atas status yang sudah diterima," ujar Sahroni.