Jumat 22 Sep 2023 14:01 WIB

Johanis Tanak Diputus tak Langgar Etik, IM57+: Konflik Kepentingan Makin Menjamur di KPK

Anggota Dewas Albertina Ho berbeda pendapat dengan dua majelis etik lainnya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Senin (8/5/2023). Johanis Tanak diputus tak melanggar etik terkait chat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan keterangan dalam konferensi pers di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Senin (8/5/2023). Johanis Tanak diputus tak melanggar etik terkait chat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para eks pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengungkapkan dampak berbahaya dari Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang diputus tidak bersalah oleh Dewas KPK. Putusan ini dinilai dapat melegalkan konflik kepentingan di antara insan KPK.

IM57+ Institute mempertanyakan pertimbangan Dewas KPK atas putusan ini. Dewas KPK terkesan lunak ketika mengetahui chat Johanis  telah dihapus sebelum dibaca Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Idris Froyoto Sihite karena menyadari konflik kepentingan.

Baca Juga

"Perbuatan telah dilakukan sehingga Tanak secara sadar telah mengirimkan pesan tersebut walaupun dihapus," kata Ketua IM57+ Institute Muhammad Praswad Nugraha kepada wartawan, Jumat (22/9/2023).

Praswad menegaskan Tanak merupakan eks penegak hukum bukan pengacara ataupun pihak swasta. Sehingga menurutnya, perbuatan tersebut membuktikan adanya potensi Tanak terbiasa melakukan komunikasi semacam itu pada saat berposisi sebagai penegak hukum.

"Alasan lain bahwa Tanak belum menjadi pimpinan KPK dan pejabat ESDM (Idris) bukanlah tersangka menimbulkan persepsi yang sangat berbahaya," ujar Praswad.

Apabila digunakan logika tersebut maka berpotensi setiap insan KPK berhak melakukan komunikasi dengan berbagai pejabat publik selama belum menjadi tersangka.

"Padahal indepedensi KPK dijaga melalui pembangun jarak atas komunikasi pribadi kepada pihak-pihak dan orang yang memiliki posisi strategis di luar KPK," lanjut Praswad.

Praswad juga mengkhawatirkan putusan terhadap Tanak berpotensi berdampak pada tingkah laku insan KPK ke depan. Melalui putusan tersebut, Praswad menduga standar etik tersebut dijadikan pedoman dalam berprilaku.

"Hasilnya potensi konflik kepentingan akan semakin menjamur dan hidup di KPK," ucap Praswad.

Selain itu, Praswad menyatakan putusan ini membuktikan betapa sulitnya mempercayai KPK pada level organisasi maupun pengawasnya. "Ketika tidak ada yang dipercaya pada level kepemimpinan maka menjadi relevan pertanyaan apakah KPK memang tetap harus dipertahankan?" singgung Praswad.

Diketahui, Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memutuskan Johanis tidak melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf j atau Pasal 4 ayat (1) huruf b atau Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK

Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Etik Dewas KPK Harjono dengan anggota Syamsuddin Haris dan Albertina Ho. Adapun Albertina memiliki pendapat yang berbeda atau dissenting opinion.

Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan kasus chat Johanis Tanak dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Idris Froyoto Sihite naik ke tahap sidang etik. Keputusan ini diambil setelah Dewas KPK mengantongi kecukupan alat bukti.

Dewas KPK menemukan adanya komunikasi lain antara Johanis dengan Sihite yang terjadi pada 27 Maret 2023. Percakapan itu terjadi bersamaan dengan kegiatan penggeledahan kasus korupsi tunjangan kinerja di Kementerian ESDM. Hanya saja, kasus ini sia-sia tak menimbulkan efek jera bagi petinggi KPK yang coba main mata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement