Jumat 22 Sep 2023 13:37 WIB

Dewas Putuskan Johanis Tanak tak Langgar Etik Meski Ada Kontak, Pengamat: Cacat Logika

Kehadiran Dewas dinilai hanya sebagai stempel dari pimpinan KPK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah) didampingi dua orang Anggota Dewas KPK Harjono (kanan) dan Albertina Ho (kiri) memberikan keterangan pers usai persidangan dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (11/7/2022). Sidang etik Lili Pintauli Siregar dinyatakan gugur oleh Dewas KPK, karena Lili sudah resmi mengundurkan diri dari pimpinan KPK.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (tengah) didampingi dua orang Anggota Dewas KPK Harjono (kanan) dan Albertina Ho (kiri) memberikan keterangan pers usai persidangan dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (11/7/2022). Sidang etik Lili Pintauli Siregar dinyatakan gugur oleh Dewas KPK, karena Lili sudah resmi mengundurkan diri dari pimpinan KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengkritik Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang memutuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Keputusan ini dinilai cacat logika.

Johanis dinilai tidak melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf j atau Pasal 4 ayat (1) huruf b atau Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK

Baca Juga

"Logika yang dibangun oleh Dewas KPK, bermasalah menurut saya. Johanis Tanak terbukti ada kontak, tapi dinyatakan tidak terbukti berkomunikasi. Ini kan lucu," kata Herdiansyah kepada Republika.co.id, Jumat(22/9/2023).

Herdiansyah menegaskan kontak dan komunikasi layaknya dua senyawa yang saling tarik menarik, bertalian satu sama lain. Sehingga, menurutnya sulit diterima akal sehat bahwa Johanis melakukan kontak tapi tidak berkomunikasi.

"Jadi bagaimana mungkin disebut berkontak tapi tidak berkomunikasi," ujar Herdiansyah.

Herdiansyah menduga Dewas KPK terkesan berupaya melepaskan Johanis Tanak dari sanksi etik. "Seolah-olah Johanis dicari-carikan celah untuk dilepaskan dari jerat sanksi etik Dewas KPK," ujar Herdiansyah.

Herdiansyah mengingatkan Dewas KPK cacat akal sehat saat mengambil putusan terhadap Johanis Tanak. Putusan itu menurutnya hanya akal-akalan saja.

"Ini seperti penangkapan paksa, namun hanya disebut sebagai pengamanan. Atau seperti penggusuran tanah rakyat, tapi hanya disebut sebagai pengosongan lahan. Padahal keduanya sama saja. Logika ini kan yang sering digunakan oleh negara," ujar Herdiansyah.

Oleh karena itu, Herdiansyah mensinyalir kehadiran Dewas KPK sekadar menjadi stempel pimpinan KPK. Dewas KPK saat ini dipandang tak punya nyali melawan pelanggaran etik pimpinan KPK.

Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Etik Dewas KPK Harjono dengan anggota Syamsuddin Haris dan Albertina Ho. Adapun Albertina memiliki pendapat yang berbeda atau dissenting opinion.

"Lagi-lagi Dewas cenderung hanya jadi stempel pimpinan KPK, yang seolah melindungi perilaku buruk para pimpinan lembaga anti rasuah tersebut," ujar Herdiansyah.

Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan kasus chat Johanis Tanak dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Idris Froyoto Sihite naik ke tahap sidang etik. Keputusan ini diambil setelah Dewas KPK mengantongi kecukupan alat bukti.

Dewas menemukan adanya komunikasi lain antara Johanis dengan Sihite yang terjadi pada 27 Maret 2023. Percakapan itu terjadi bersamaan dengan kegiatan penggeledahan kasus korupsi tunjangan kinerja di Kementerian ESDM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement