Jumat 17 Oct 2025 00:06 WIB

Israel tak Bisa Dipegang, Eks PM Palestina Bongkar Alasan Israel Langgar Perjanjian

Mantan PM Palestina M Shtayyeh tekankan perdamaian nyata di Palestina.

Poster bergambar PM Israel Benjamin Netanyahu terlihat diinjak massa peserta aksi solidaritas Indonesia Lawan Genosida, Dukung Palestina Merdeka di Jakarta, Ahad (12/10/2025). Massa aksi mengutuk segala bentuk genosida terhadap warga Gaza yang dilakukan Israel serta menyuarakan kemerdekaan dan gencatan senjata yang permanen di Palestina.
Foto: Edwin Putranto/Republika
Poster bergambar PM Israel Benjamin Netanyahu terlihat diinjak massa peserta aksi solidaritas Indonesia Lawan Genosida, Dukung Palestina Merdeka di Jakarta, Ahad (12/10/2025). Massa aksi mengutuk segala bentuk genosida terhadap warga Gaza yang dilakukan Israel serta menyuarakan kemerdekaan dan gencatan senjata yang permanen di Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Perdana Menteri Palestina sekaligus utusan khusus untuk kepresidenan, Mohammad Shtayyeh, menegaskan bahwa prioritas utama saat ini bukan sekadar politik atau negosiasi, tetapi menghentikan agresi Israel terhadap rakyat Palestina.

Sejak 7 Oktober 2023, katanya, kekejaman terus berlangsung, dan yang paling mendesak adalah membuka akses bantuan medis serta pangan bagi warga di Jalur Gaza. Menurutnya, kehadiran negara-negara penjamin dalam perjanjian terbaru menjadi faktor penting untuk memastikan implementasi nyata di lapangan.

Baca Juga

Shtayyeh kepada al-Mayadeen, menyoroti bahwa Israel telah berkali-kali melanggar perjanjian dengan Palestina—baik secara politik, keamanan, maupun finansial. Pengalaman panjang, ujarnya, menunjukkan bahwa Tel Aviv tidak memegang komitmen yang disepakati.

Israel seringkali beralasan tindakan itu dilakukan demi alasan keamanan, termasuk untuk menanggapi provokasi yang mereka tuduhkan dilakukan oleh Hamas atau kelompok militan lain.

Dalam pandangan Israel, gencatan senjata bisa menjadi jebakan yang memungkinkan Hamas memperkuat diri dan menyembunyikan sandera, sehingga mereka merasa perlu melanjutkan operasi militer untuk mencapai tujuan keamanan yang dianggap belum terpenuhi.

Faktor lain yang sering mempengaruhi keputusan Israel untuk melanggar gencatan senjata adalah dinamika politik internal. Keputusan politik Israel sering kali sensitif terhadap opini publik yang menuntut respons keras terhadap ancaman keamanan.

Para pemimpin politik, seperti Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, juga dapat menggunakan isu keamanan untuk memperkuat posisi mereka di dalam negeri, terutama di tengah ketidakstabilan pemerintahan koalisi.

Selain itu, Israel juga cenderung melihat gencatan senjata sebagai jeda taktis, bukan sebagai akhir dari konflik. Dalam pandangan ini, gencatan senjata dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kembali strategi, mengumpulkan informasi intelijen, atau menunggu waktu yang tepat untuk kembali menyerang.

Adanya ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak membuat gencatan senjata seringkali hanya menjadi perjanjian di atas kertas, yang mudah dilanggar saat salah satu pihak merasa ada peluang strategis untuk mendapatkan keuntungan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement