Jumat 22 Sep 2023 13:51 WIB

Adu Argumen Pelapor dan Komisioner KPU Terkait Kuota Caleg Perempuan di Sidang DKPP

Hadar mendalilkan seluruh komisioner KPU melanggar prinsip kemandirian.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Perwakilan Koalisi Kawal Pemilu Bersih sekalgus Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay ketika diwawancarai awak media usai menghadiri sidang pembacaan putusan perkara dugaan manipulasi data partai politik di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Foto: Republika/Febryan A
Perwakilan Koalisi Kawal Pemilu Bersih sekalgus Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay ketika diwawancarai awak media usai menghadiri sidang pembacaan putusan perkara dugaan manipulasi data partai politik di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik terhadap tujuh komisioner KPU di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Jumat (22/9/2023). Pemeriksaan kali ini terkait dengan penyusunan regulasi yang mengatur cara menghitung kuota bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan minimal 30 persen.

Pekara ini diadukan oleh lima orang, yang dua di antaranya adalah Widyaningsih (anggota Bawaslu 2008-2012) dan Hadar Nafis Gumay (Direktur Eksekutif NetGrit sekaligus eks komisioner KPU RI). Perkara ini merupakan buntut dari polemik bunyi Pasal 8 ayat 2 dalam Peraturan KPU (PKPU) 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD.

Baca Juga

Pasal itu mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan yang diajukan setiap partai politik di setiap dapil. Pasal 8 ayat 2 itu menyatakan bahwa apabila penghitung kuota 30 persen menghasilkan dua angka di belakang koma tak mencapai 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah.

Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak sampai 30 persen per partai di setiap dapil, sebagaimana diamanatkan UU Pemilu. Hadar mengatakan, ketentuan pembulatan ke bawah itu mengakibatkan 17 partai politik tidak memenuhi kuota 30 persen caleg DPR RI perempuan di 290 dapil pada tahap pengajuan.

Di tingkat DPRD provinsi, ada 860 dapil yang tidak mencapai 30 persen kuota perempuan. Sedangkan di tingkat DPRD kabupaten/kota, terdapat 6.821 dapil yang jumlah caleg perempuannya tidak memenuhi kuota 30 persen. Hadar mendapatkan data tersebut dari laman resmi KPU RI.

Hadar menyebut, tidak terpenuhinya kuota 30 persen caleg perempuan itu juga tampak dalam Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR. "Di dapil saya, Dapil Jakarta II, ada enam partai politik yang calon perempuannya dalam daftar masing-masing kurang dari 30 persen," ujar Hadar dalam persidangan.

Hadar menambahkan, pengaduan ke DKPP ini juga berkaitan dengan perubahan sikap KPU RI. Pada 10 Mei 2023, KPU menyampaikan secara terbuka akan merevisi pasal pembulatan ke bahwa itu. Namun, KPU membatalkan rencana revisi itu setelah berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI.

Atas sejumlah tindakan tersebut, Hadar dkk mendalilkan bahwa semua komisioner KPU melanggar prinsip kemandirian dan melakukan pembohongan publik. Hadar meminta DKPP menyatakan Para Teradu melanggar kode etik berat dan dijatuhi sanksi pemberhentian tetap.

Semua komisioner KPU RI yang diadukan kompak membantah dalil-dalil Hadar dkk. Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, Pasal 8 ayat 2 dalam PKPU itu tidak bertentangan dengan UU Pemilu. Sebab, UU Pemilu tidak mengatur metode penghitungan kuota 30 persen.

Sementara itu, Komisioner KPU RI August Mellaz membantah bahwa pihaknya tidak mandiri dalam membuat kebijakan pembulatan ke bawah tersebut. Mellaz menegaskan, persetujuan KPU dalam rapat konsultasi perancangan PKPU dengan DPR bukanlah bentuk ketidakmandirian.

"Kemandirian atau independensi tidak bisa dinilai dari apakah kpu menerima atau tidak usulan dalam merancang kebijakan. Tapi harus dilihat dari proses pengambilan kebijakannya," ujar Mellaz.

Dengan sejumlah bantahan tersebut, semua komisioner KPU RI kompak meminta majelis hakim DKPP menyatakan mereka tidak melanggar kode etik. DKPP belum membuat putusan atas perkara ini karena sidang pemeriksaan masih akan berlanjut hari ini.

Sebagai catatan, DKPP pada pekan lalu juga telah memeriksa semua komisioner KPU RI atas dugaan pelanggaran kode etik terkait pembatasan akses melihat dokumen persyaratan bakal caleg. Aduan perkara itu dibuat oleh lembaga penyelenggara pemilu juga, yakni Bawaslu RI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement