Jumat 14 Jul 2023 17:50 WIB

Tolak UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan, Buruh Ancam Aksi Bergelombang

Hanya Fraksi Partai Demokrat dan PKS yang menolak pengesahan RUU Kesehatan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus raharjo
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan enam tuntutan buruh dalam demonstrasi Hari Buruh (May Day) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2023).
Foto: Republika/Eva Rianti
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan enam tuntutan buruh dalam demonstrasi Hari Buruh (May Day) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan, pihaknya berencana untuk melakukan aksi secara bergelombang. Menurut dia, pada 20 Juli 2023, aksi awalan akan dilakukan di Istana dan DPR dengan massa ribuan buruh.

“Selain menyerukan UU Kesehatan yang baru saja disahkan agar segera dicabut, dalam aksi buruh juga menolak UU Cipta Kerja,” kata Said Iqbal dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (14/7/2023).

Baca Juga

Dia menambahkan, bagi Partai Buruh dan KSPI, UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan menjadi isu utama karena dianggap tidak adil. Sebab itu, kata dia, perlawanan akan dilakukan agar undang-undang tersebut segera dicabut.

Aksi, lanjut dia, akan terus dilakukan di berbagai daerah. “Aksi pada 20 Juli 2023 di Istana dan Gedung MK, kemudian dilanjutkan ke DPR dengan melibatkan ribuan orang buruh. Massa berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Bandung Raya, hingga Serang dan Cilegon,” tuturnya.

Dia menegaskan, aksi tersebut menjadi awalan. Ke depan, pihaknya berjanji untuk melakukan aksi di berbagai daerah secara bergelombang. “Jadwalnya akan ditentukan setelah 20 Juli,” lanjutnya.

Dalam kesempatan ini, Said Iqbal juga menyatakan mosi tidak percaya pada DPR. Pasalnya, undang-undang yang diinginkan rakyat tidak disahkan, tetapi yang ditolak rakyat dia sebut cepat disahkan.

“Selain UU Kesehatan dan UU Cipta Kerja, juga ada Undang-Undang KPK, PPSK, dan KUHP yang menuai penolakan tetapi tetap saja disahkan. Giliran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, tidak kunjung disahkan,” tegas Said Iqbal.

Dalam pembahasan tingkat dua RUU Kesehatan di sidang paripurna ke-29 kemarin, Fraksi Demokrat dan PKS memang terus menolak. Namun demikian, DPR pada akhirnya mengesahkan RUU Kesehatan itu menjadi UU dengan menggunakan metode omnibus law.

“Setelah mendengar penolakan Fraksi Demokrat dan PKS, selanjutnya kami akan menanyakan kepada fraksi lain apakah RUU Kesehatan dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Puan yang serentak dijawab setuju oleh anggota DPR lain yang hadir.

Dia menambahkan, secara total, Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN dan PPP setuju atas pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU. “Kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota dewan, apakah RUU Kesehatan bisa disahkan menjadi UU?” tanya Puan kembali yang dijawab setuju.

Dalam sidang paripurna pengesahan UU Kesehatan itu, Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf mengatakan, di bidang kesehatan Indonesia, perlu penataan sistem pelayanan kesehatan, pembiayaan jaminan kesehatan hingga anggaran khusus tenaga kesehatan serta alat kesehehatan dan fasilitas lainnya. Menurut dia, RUU Kesehatan baru perlu mengatasinya tanpa pengecualian.

“Namun dalam pembahasan RUU Kesehatan, kami mencermati adanya sejumlah persoalan mendasar,” kata Dede di sidang kemarin.

Fraksi Demokrat, lanjutnya, menilai jika proses pembahasan RUU Kesehatan kurang memberi ruang dan waktu pembahasan yang cukup. Sebab itu, dia menyebut jika hasil yang ada terkesan terburu-buru.

“Kami meyakini ini bisa lebih komprehensif, holistik, berbobot dan berkualitas jika waktu lebih panjang. Singkat kata, berdasarkan catatan penting di atas, Demokrat menolak RUU tentang Kesehatan pada pembicaraan tingkat dua,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement