REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman mengusulkan surat izin mengemudi (SIM) berlaku seumur hidup. Sebab, ia melihat mekanisme perpanjangan SIM setiap lima tahun sekali menjadi tempat oknum kepolisian untuk meraup uang.
Ia juga menanggapi pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengeklaim potensi kehilangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penerapan SIM berlaku seumur hidup bisa di atas Rp 650 miliar. Menurutnya, perhitungan tersebut bukti nyata dari pernyataannya 'cari duit' itu.
"Hitungan Kemenkeu ini menjadi bukti nyata bahwa memang perpanjangan SIM itu adalah instrumen utama untuk cari duit. Bukan bagian dari pelayanan wajib yang diberikan negara kepada rakyatnya," ujar Benny lewat keterangannya, Jumat (14/7/2023).
Menurut Benny, SIM merupakan surat yang datanya berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Penggunaan NIK juga diterapkan lewat Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang saat ini berlaku seumur hidup.
Ia juga membandingkan dengan Surat Tanda Registrasi (STR) yang datanya dari NIK dan berlaku seumur hidup. Sementara itu, paspor memiliki masa berlaku yang lebih lama, yakni 10 tahun.
"Kontrolnya tadi (jika SIM berlaku seumur hidup) adalah ujian tadi, kecuali kalau yang mau tingkatkan SIM A ke C atau ke B, itu silakan ujian," ujar Benny.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai penerapan SIM berlaku seumur hidup bisa saja diterapkan. Namun, perlu ada kajian yang lebih komprehensif terkait wacana tersebut. "Kalau SIM menurut saya bisa saja berlaku demikian, tapi perlu kajian kembali," ujar Sahroni.
Diketahui, Kemenkeu akan berkoordinasi dengan kepolisian terkait usulan agar penerbitan SIM dihapus dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Nanti kami diskusikan dengan kepolisian, apakah PNBP untuk SIM ini sudah bisa kami turunkan atau bahkan dieleminasi," kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam media briefing di Gedung Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Isa mengatakan, pemerintah juga telah memertimbangkan pembebasan PNBP dari penerbitan SIM. Namun, hingga saat ini, penerimaan dari SIM masih dibutuhkan negara untuk pembangunan.
Terlebih, sambung Isa, penerbitan SIM merupakan layanan ekstra yang tidak dibutuhkan semua orang. Berbeda dengan penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, penerbitan SIM hanya dinikmati oleh masyarakat yang memiliki akses menggunakan kendaraan bermotor.
"Ini kan layanan ekstra yang tidak dinikmati semua orang. Jadi, biaya untuk menerbitkan kartu SIM itu masih wajar," ujar Isa.