REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan serikat pekerja menyampaikan dukungan penuh sekaligus sejumlah isu penting terkait nasib buruh dan pekerja di Indonesia dalam pertemuan silaturahim bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta Pusat pada Senin (1/9/2025) malam WIB. Pertemuan yang berlangsung cair sejak sore hingga malam itu juga membahas agenda strategis mulai Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan, RUU Perampasan Aset, hingga reformasi pajak.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea menyampaikan, komitmen buruh untuk berdiri bersama Presiden Prabowo. Dia menekankan, dukungan tersebut disertai sikap tegas mendukung demonstrasi damai sekaligus menolak keras aksi anarkis yang berpotensi mengganggu stabilitas bangsa.
"Yang pertama, Gerakan Buruh Indonesia mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto. Dan kami menegaskan, kami bukan berada di belakang Presiden, kami berada di samping Presiden. Dan yang pasti, kami mendukung demonstrasi yang damai. Tetapi kami tegaskan, kami menentang perusuh-perusuh yang mencoba mengganggu stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia," ucap Andi.
Dia pun menyebut, Presiden Prabowo menegaskan ruang demokrasi tetap terjaga sekaligus berkomitmen mempercepat pembahasan dua rancangan undang-undang yang menjadi sorotan buruh. "Dan beliau berjanji, yang pertama, RUU Perampasan Aset segera dibahas, dan juga RUU Ketenagakerjaan yang diminta oleh buruh. Beliau minta kepada Ketua DPR untuk langsung segera dibahas, segera oleh partai-partai, dan setuju untuk segera dibahas," ujar Andi.
Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menjelaskan, demonstrasi tetap harus diberi ruang sebagai saluran aspirasi rakyat kecil. Dia menegaskan aksi tersebut harus berlangsung secara konstitusional dan anti-kekerasan sebuah pandangan yang disetujui langsung oleh Presiden Prabowo.
"Kami mengusulkan dan berpendapat demonstrasi tetap harus diberi ruang. Karena itu hanya satu-satunya cara bagi kelompok bawah, kelompok buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan orang-orang kecil, untuk menyampaikan aspirasi ketika 'lembaga-lembaga formal' lambat atau tidak mau mendengar. Tentu demonstrasi ini harus konstruktif, konstitusional, antikekerasan, dan tidak boleh anarkis. Dan pada titik itu Bapak Presiden setuju," kata Iqbal.