REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Perampasan Aset Tindak Pidana masih belum akan dibawa DPR RI ke Rapat Paripurna. Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan, RUU itu perlu mengikuti mekanisme terkait tata tertib peraturan perundangan di DPR.
Puan menyatakan, alasan itulah yang membuat RUU Perampasan Aset belum bisa dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI ke-27 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023. Padahal, Presiden Jokowi sudah menandatangani Supres RUU ini.
Surpres No R-22/Pres/05/2023 telah dikirim ke DPR pada 4 Mei 2023. Surpres menugaskan Menkopolhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit membahasnya bersama DPR.
Sementara, untuk RUU Kesehatan, ia menerangkan, RUU Omnibus Law tersebut telah disepakati pemerintah dan Komisi IX DPR untuk dibawa ke Rapat Paripurna. Sehingga, bisa segera mendapat pengesahan atau Pembicaraan Tingkat II.
Hal itu baru diputuskan usai membacakan pendapat akhir mini fraksi di raker Komisi IX dan pemerintah, Senin (19/6/2023). Ia mengklaim, saat ini DPR dan pemerintah sedang fokus membahas KEM PPKF 2024 atau urusan anggaran 2023 yang lain.
"Jadi, memang itu dulu yang menjadi fokus pembahasan karena sudah ada siklus penjadwalan untuk permasalahan anggaran ini," kata Puan, Selasa (20/6/2023).
Meski begitu, Puan mengaku paham urgensi RUU Perampasan Aset tersebut dan mereka sudah pula menyepakati itu segera dibahas dan diselesaikan. Tapi, Puan merasa, ada banyak hal-hal lain yang harus dicerna dan dicermati.
"Jadi, jangan sampai terburu-buru, kemudian tidak sabar dan hasilnya tidak maksimal," ujar Puan.
Ketua DPP PDIP itu meminta publik untuk bersabar menantikan dibacakannya Surpres terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Ia menegaskan, belum membawa ke Paripurna bukan berarti tidak dilakukan atau dijalankan.
"Ini tetap kami lakukan, kami jalankan, namun sesuai dengan mekanismenya dan ada proritasnya yang kami dahulukan," kata Puan.