Jumat 28 Apr 2023 09:54 WIB

HUT Ke-24 Depok, PDIP: Kota Ini tidak Dibangun Secara Ilmiah

Ikravany Hilman menilai, kepemimpinan di Depok tak memberi inspirasi bagi birokrasi.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Erik Purnama Putra
Trotoar di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (22/2/2023).
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Trotoar di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (22/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kota Depok, Jawa Barat, genap berusia 24 tahun pada Kamis (27/4/2023). Tapi, perkembangan pembangunan wilayah yang berbatasan dengan Jakarta tersebut tidak mencerminkan kota yang ideal. Salah satu alasannya adalah soal tata kota dan pembangunan yang disebut tanpa menggunakan dasar keilmuan.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Depok, Ikravany Hilman mencontohkan proyek revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Margonda Raya yang dibangun tanpa memperhatikan ilmu tata kota. Hal itu karena pelebaran trotoar justru menimbulkan masalah baru.

"Nggak perlu jadi insinyur planologi untuk tahu bahwa sepanjang Jalan Margonda ini banyak toko dan orang parkir di lahan yang sekarang dibikin trotoar. Kemudian orang-orang ini kalau mau datang ke toko, mau parkir ke mana? Setelah trotoar jadi, orang kemudian jadi parkir di trotoar," kata Ikravany kepada Republika.co.id di Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (27/4/2023).

Dia heran dengan kinerja Pemkot Depok setelah trotoar dibangun baru membahas parkir on the street. "Pertanyaan bodohnya emang itu nggak dipikirkan sebelumnya?" kata Ikravany.

Selain banyak orang yang kemudian justru parkir di trotoar, sambung dia, revitalisasi trotoar juga akan menimbulkan masalah lanjutan. "Masalah yang akan muncul kembali, itu kabel-kabel di atas (Jalan Margonda) katanya mau diturunin ke bawah, itu semakin berantakan, nanti kalau diturunin ke bawah dibongkar lagi trotoarnya," kata ketua Bapemperda DPRD Kota Depok itu.

Menurut Ikravany, permasalahan di Jalan Margonda Raya hanya salah satu dari berbagai masalah tata kota di Kota Depok. Persoalan pembangunan di jalur utama Kota Depok tersebut adalah sedikit bukti bahwa Depok tidak dibangun dengan kaidah keilmuan.

Dia menilai, masalah tata kota yang tidak dibangun secara ilmiah bukan karena kurangnya pakar atau ahli di Kota Depok melainkan soal kepemimpinan. Ikravany menganggap, faktor kepemimpinan yang belum bisa memaksimalkan pekerjaan atau program yang dibuat membuat perkembangan Kota Depok tidak maksimal.

"Nggak ada kepemimpinan yang memberikan inspirasi bagi seluruh birokrasinya untuk memaksimumkan pekerjaannya. Sehingga pekerjaannya alakadarnya semua. Kalau ide mah banyak, wali kotanya juga nggak perlu ahli dalam tata kota, tapi wali kotanya harus bisa pastikan ketika tata kota yang diinginkan sudah dia putuskan, dia bisa eksekusi dengan baik," ujar Ikravany.

Wali Kota Depok Mohammad Idris mengatakan, saat ini Depok telah dibangun dengan tata kota yang merupakan hasil dari pemikiran berbagai pakar. Berbagai pakar itu yang membantu pemkot dalam pembangunan Kota Depok.

"Kita kerja sama dengan tata kota dari UI, alumni ITB untuk membuat grand design yang kita mulai dari jalan jalan raya milik nasional. Seperti di Margonda, Bojongsari, Cinere, Cipayung," katanya menjelaskan.

Dia mengakui, Depok memang tidak dibangun dengan grand desain tata kota sedari awal berdiri. Hal itu lantaran Depok dulunya masuk sebagai bagian dari Kabupaten Bogor yang telah terbangun beberapa fasilitas di dalamnya.

"Depok ini bagian kabupaten yang dulu kecamatan. Pembangunan sendiri sudah terjadi yang jalannya sempit-sempit terus letak tempat-tempat fasilitas publik juga di mana-mana, sehingga harus kita bukan dari awal. Beda dengan membangun sesuatu dari awal," kata Idris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement