Jumat 28 Apr 2023 07:30 WIB

Kasus AP Hasanuddin, Pengamat Ingatkan Ancaman Pembunuhan Jangan Dianggap Remeh

Polri perlu mengambil langkah tegas guna menginterupsi kekerasan di media sosial.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengingatkan aparat penegak hukum dan juga masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata adanya ancaman pembunuhan seperti yang dilontarkan oleh oknum peneliti BRIN kepada warga Muhammadiyah.
Foto: Republika/ Wihdan
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengingatkan aparat penegak hukum dan juga masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata adanya ancaman pembunuhan seperti yang dilontarkan oleh oknum peneliti BRIN kepada warga Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengingatkan aparat penegak hukum dan masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata adanya ancaman pembunuhan, seperti yang dilontarkan oleh oknum peneliti BRIN kepada warga Muhammadiyah.

"Ketika ancaman pembunuhan saja sudah tidak patut dipandang sebelah mata, apalagi jika ancaman itu diekspresikan dalam bentuk hate crime (kejahatan berlatar kebencian)," kata Reza dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/4/2023).

Baca Juga

Menurut dia, sudah banyak contoh yang dapat dijadikan pelajaran dari kasus ancaman yang disampaikan lewat media sosial. Seperti situasi-situasi yang terjadi di mancengara.

Salah satu contoh, Salvador Ramos, sebelum menembak 19 murid dan dua guru pada Mei 2022. Ia mengirim pesan di akun Facebook miliknya yang berbunyi "Saya akan melakukan penembakan di sebuah SD".

Kemudian, Travis McMichael juga meninggalkan jejak digital berupa pesan kebencian tentang kalangan tertentu, sebelum menembak orang dari kelompok sosial yang dia benci. "Travis tidak sebatas dikenai pasal pembunuhan, juga dikenai pasal kejahatan dengan latar kebencian (hate crime)," ungkap Reza.

Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan, POLTEKIP itu menerangkan, jika informasi tentang pesan maut Salvador dan Travis sampai di kantor polisi, dan polisi merespon secara efektif, tragedi hilangnya nyawa manusia akibat pembunuhan akan bisa dicegah.

Kedua contoh tadi, dan banyak contoh lainnya, kata Reza, menunjukkan fakta bagaimana media sosial memainkan pengaruh penting dalam mendorong terjadinya pembunuhan. Yakni, lewat stigma buruk terhadap individu maupun kelompok target, melegitimasi kekerasan, serta merekrut calon-calon pelaku.

Demikian halnya, kasus viral seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengancam bunuh warga Muhammadiyah, karena mengomentari postingan terkait perbedaan penetapan Idul Fitri 1444 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah.

Untuk itu, menurut Reza, Polri perlu mengambil langkah tegas guna menginterupsi kekerasan di media sosial yang dapat bereskalasi menjadi kekerasan di dunia nyata. "Apalagi, dari redaksionalnya, kebencian dan ancaman pembunuhan itu tertuju tidak sebatas pada individu per individu, melainkan menyasar kelompok dengan latar identitas tertentu," ujarnya.

Menurut Reza, kasus peneliti BRIN itu terindikasi sebagai hate crime, yakni kejahatan yang dilakukan dengan menyeleksi para calon korban berdasarkan ciri atau identitas termasuk kelompok tertentu. Oleh karena itu, menurut dia, ancaman pembunuhan tidak patut dipandang sebelah mata.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement