REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono menegaskan, siaga tempur di Papua hanya digelar di daerah-daerah yang dinilai rawan serangan dan teror kelompok kriminal bersenjata (KKB). Laksda Julius, menjelaskan siaga tempur perlu dilakukan karena aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok separatis teroris (KST) yang semakin agresif.
Bahkan aksi dan teror KKB mengancam keselamatan masyarakat, prajurit, juga kedaulatan NKRI. "Siaga tempur dilakukan hanya di daerah-daerah rawan, daerah yang ditandai sebagai pusat-pusat operasi mereka (kelompok kriminal bersenjata). Adapun secara fisik kekuatan alutsista dan persenjataan tidak ada perubahan," kata Kapuspen TNI, dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (19/4/2023).
Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono di Timika, Papua, Selasa, mengumumkan siaga tempur di daerah-daerah rawan di Papua. Status Siaga Tempur ini diberlakukan setelah KKB menyerang pasukan TNI yang tengah menyisir lokasi di Mugi-man, Nduga, Ahad (15/4/2023), untuk mencari pilot Susi Air, Phillips Mehrtens.
Akibat serangan itu, satu prajurit, Pratu Miftahul Arifin dari Satuan Tugas (Satgas) Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 321/Galuh Taruna, gugur. Sementara, tiga prajurit kena luka tembak, dan satu prajurit luka-luka karena terjatuh. Empat prajurit yang luka-luka telah dievakuasi, Selasa.
"Di daerah-daerah tertentu (yang rawan) kami ubah menjadi operasi siaga tempur. Di Natuna itu ada operasi siaga tempur laut, di sini ada operasi siaga tempur darat. Artinya, ditingkatkan, dari yang tadinya soft approach, dengan menghadapi serangan seperti yang terjadi pada 15 April lalu tentunya kami tingkatkan menjadi siaga tempur," kata Laksamana Yudo di Papua, Selasa.
Panglima TNI menjelaskan naluri tempur para prajurit harus diperkuat sehingga mereka siaga dan siap saat berhadapan dengan kelompok separatis/kelompok kriminal bersenjata. "Taktik tempur mereka (kerap) dengan menggunakan ibu-ibu dan anak-anak untuk tameng dan merebut senjata TNI," kata Laksda Julius.
Karena itu, dia kembali menegaskan pendekatan halus (soft approach), dan pendekatan humanis, terus dilakukan oleh TNI yang bertugas di Papua, di samping siaga tempur.
"Patut dicatat, metode-metode dengan pendekatan soft approach, pendekatan hukum sudah dan terus dilakukan. Pemisahan penduduk dan kelompok separatis juga dilakukan," kata Kapuspen TNI Laksda Julius.