Kamis 09 Mar 2023 16:09 WIB

Sidang Korupsi Kasus Satelit Kemenhan, Nama SBY dan Jokowi Disebut

Thomas Widodo menyebut, Jokowi setuju proyek satelit Kemenhan, SBY menolak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Para saksi menghadiri sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Foto: Republika.co.id/Rizky Suryarandika
Para saksi menghadiri sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi) muncul dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021.

Nama SBY dan Jokowi disebut oleh eks Direktur Utama (Dirut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Thomas Widodo saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (9/3/2023). Thomas mulanya diminta majelis hakim menjelaskan kondisi PT DNK pasca tak lagi menjabat dirut.

Thomas mendapat informasi bahwa pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi pada 2014 menyetujui proyek satelit Kemenhan. Hal ini berkebalikan dari pemerintahan SBY yang tak menyetujui atau menolak.

"Saya dengar karena waktu itu sudah ada pembaruan baru di pemerintah 2014 sudah baru pergantian rezim. Ya waktu saya di zaman Pak SBY (dirut DNK), sesudah itu kan zaman Pak Jokowi memang saya dengar proyek satelit ini diterima," kata Thomas dalam persidangan itu.

"Yang saudara dengar apa yang diterima? Apakah pengadaannya, penyewaan atau apa?" tanya hakim ketua Fahzal Hendri menegaskan.

"Saya dengar memang ada pengadaan," ucap Thomas.

Dia mengaku, mendapati informasi ada rencana pengadaan satelit komunikasi saat itu. Hanya saja, ia tak tahu detailnya karena tak lagi bekerja di PT DNK. "Satelit komunikasi. Namanya kurang tahu apa," ucap Thomas.

Walau tak lagi bekerja di PT DNK, Thomas mengakui, memang masih mendapat informasi soal PT DNK. Pasalnya, mantan mertuanya, yaitu Ignatius Handoko Adi Winoto masih memegang saham di PT DNK. Kemudian, eks Komisaris Utama PT PT DNK sekaligus terdakwa dalam kasus itu, Arifin Wiguna juga masih berkawan dengan Thomas.

"Saya hanya dengar dari Wiguna itu setelah tahun 2019 baru saya pernah dengar. Saya pernah dengar saja dari beliau (Wiguna), kan beliau masih sahabat mantan mertua saya," ujar Thomas.

Dia menyinggung, Ignatius Handoko Adi Winoto terungkap ternyata merupakan kawan Menteri Pertahanan (Menhan) di era SBY yaitu Purnomo Yusgiantoro. "(Ignatius Handoko) Temen sekolahnya siapa?" cecar Fahzal.

"Pak Purnomo waktu itu. Waktu zamannya SBY itu menteri pertahanan," jawab Thomas.

Namun, Thomas membantah mendapat informasi langsung dari Purnomo terkait kelanjutan proyek satelit.  "Dari mertua saya karena bukan langsung dari pak Menhan (Purnomo) sendiri," ucap Thomas.

Kasus pengadaan satelit menjerat mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, eks Komisaris Utama PT DNK Arifin Wiguna, Dirut PT DNK Surya Cipta Witoelar, dan terdakwa berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS) yang merupakan tenaga ahli PT DNK Thomas Anthony Van Der Heyden. Perkara itu didakwa kerugian keuangan negara sebesar Rp 453 miliar.

Dalam perkara ini, Agus, Arifin, Surya, dan Anthony didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Adapun dakwaan terhadap Anthony sedang dibacakan hingga berita ini diturunkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement