Senin 13 Feb 2023 12:41 WIB

Kasus Djoko Tjandra dan Pengungkapan Kartel Narkoba Jadi Alat Bargaining Sambo

Sambo merasa ia patut mendapat hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis hakim dijadwalkan membacakan vonis Sambo dan Putri Candrawathi. Sebelumnya Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, sementara Putri penjara delapan tahun.
Foto:

Tuntutan pidana seumur hidup dari jaksa tersebut, dinilai mendingan. Karena mengacu pada ancaman hukuman atas terbuktinya perbuatan Pasal 340 KUH Pidana, terkait perampasan nyawa berencana, sejatinya membuka peluang bagi majelis hakim untuk menjatuhkan pidana mati terhadap Sambo.

Apalagi, jaksa dalam pertimbangan penuntutan, tak menemukan adanya alasan pemaaf, dan peringanan bagi Sambo terkait perbuatannya melakukan pembunuhan yang direncanakan terhadap Brigadir J itu.

Hukuman mati terhadap Sambo itu, pun dimintakan oleh banyak pihak. Terutama dari Keluarga Brigadir J yang sempat meminta agar jaksa menuntut mati Sambo. “Yang kami sependapat itu, adalah kesimpulan hukumnya. Tetapi bukan terkait tuntutannya yang seumur hidup. Seharusnya dituntut lebih maksimal (hukuman mati) atas perbuatan terdakwa yang menjadi aktor utama, dan pelaku utama dalam hilangnya nyawa korban (Brigadir J),” ujar Pengacara Keluarga Briagdir J Martin Lukas, saat mengomentari tuntutan jaksa terhadap Sambo, Selasa (17/1/2023) lalu.

Pembelaan Sambo

Sambo, pun dalam pembelaannya di hadapan hakim, Selasa (24/1/2023) lalu menyampaikan rasa penyesalan, dan kesalahan, atas perbuatannya itu. Sambo mengakui perbuatan dosanya itu, karena atas rasa amarah dan sikap emosional. Sambo masih meyakini, perbuatannya itu didasari atas kejadian pemerkosaan yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap istrinya Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (7/7/2022).

Namun begitu, Sambo  mengaku siap dihukum. Tetapi dalam pledoinya meminta hakim agar tak menjatuhkan pidana berat terhadapnya. Tak menjatuhkan hukuman atas dasar kebencian. Pun meminta agar majelis hakim menghukumnya sesuai dengan fakta, dan hati nurani sebagai wakil tuhan. 

Sambo mengatakan, agar majelis hakim tak menerima beragam opini di masyarakat, yang meminta hukuman untuk dirinya dengan pidana mati. Karena menurutnya, semestinya penjatuhan hukuman terhadap dirinya bukan karena atas rasa benci. Bukan pula karena atas dendam. Apalagi atas dasar titipan dari pihak-pihak tertentu. “Bahwa saya, seolah-olah adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah umat manusia,” kata Sambo dalam pledoinya di PN Jaksel. Kata dia beragam penggambaran tentang dirinya layak untuk dipidana mati, pun sudah terjadi sejak Agustus 2022. 

Bahkan dikatakan Sambo dalam pledoinya, vonis terhadap dirinya di publik sudah jatuh sebelum hakim memutuskan. “Saya telah dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap Yoshua (Brigadir J). Begitu juga tudingan dan penghakiman terhadap saya sebagai bandar judi, bandar narkoba, melakukan perselingkuhan, sampai menikah siri dengan banyak perempuan, bahkan sampai saya dikatakan LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender), memiliki bunker penuh uang, menempatkan uang ratusan triliun dalam rekening Yoshua. Yang kesemuanya itu adalah tidak benar,” kata Sambo.

Sambo, pun merasa bahwa ia pantas untuk mendapatkan kompensasi hukuman ringan atas perannya selama 28 tahun mengabdikan di kepolisian. Sambo dalam pledoi 10 halaman mengungkapkan sejumlah kasus besar ia ungkap untuk membuat Polri semakin kemilau.

Beberapa kasus besar yang dikatakan Sambo pernah ia tangani saat dikepolisian. Seperti pengungkapan kasus narkotika jaringan internasional. “Dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kilogram sabu-sabu,” begitu kata Sambo.

Kasus pengungkapan kartel narkoba di Indonesia tersebut, memang Sambo tangani ketika ia menjadi bagian, dan Kepala Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih di Mabes Polri.

Begitu juga klaim prestasinya dalam keberhasilan Polri menangkap dan membawa pulang buronan korupsi cessey Bank Bali, Djoko Tjandra dari Malaysia ke Indonesia. “Seperti pengungkapan kasus Djoko Tjandra. Pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang, dan banyak pengungkapan kasus-kasus besar lainnya,” begitu kata Sambo. Terkait Djoko Tjandra, kasus tersebut mencuat pada Juli 2020. Buronan korupsi itu diseret pulang oleh Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Listyo Sigit Prabowo.

Saat itu Sambo masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri dengan pangkat bintang satu, Brigadir Jenderal (Brigjen). Jabatan yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan penanganan perkara korupsi.

Komjen Sigit selanjutya dipercaya menjadi Kapolri dengan pangkat jenderal bintang empat, menggantikan Jenderal Idham Aziz. Tetapi sebelum pindah tongkat Kapolri, pada November 2020 Sambo promosi kepangkatan menjadi Inspektur Jenderal (Irjen) sebagai Kadiv Propam Polri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement