Senin 13 Feb 2023 15:45 WIB

Ini Segudang Faktor yang Memberatkan Hingga Sambo Divonis Mati

Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan tak akui perbuatannya.

Rep: Alkhaledi/Teguh/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis hakim dijadwalkan membacakan vonis Sambo dan Putri Candrawathi. Sebelumnya Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, sementara Putri penjara delapan tahun.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis hakim dijadwalkan membacakan vonis Sambo dan Putri Candrawathi. Sebelumnya Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, sementara Putri penjara delapan tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan terdakwa mantan Kadiv Propram Mabes Polri Ferdy Sambo dengan vonis hukuman mati. Vonis ini lebih tinggi dari dakwaan jaksa yang menuntutnya hukuman seumur hidup. 

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,"jelas Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Baca Juga

Majelis hakim telah melihat adanya unsur sengaja dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Adapun yang memberatkan terdakwa sepeti perbuatan Sambo yang dilakukannya terhadap ajudan sendiri yang mengabdi kepadanya selama tiga tahun.

Kemudian perbuatan pelaku telah membuat duka mendalam bagi keluarga korban. Akibat ulah terdakwa menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Hakim juga melihat terdakwa tak pantas sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri sebagai kadiv Propam melakukan aksi keji itu.  

Perbuatan Sambo juga mencoreng institusi Polri, baik di dalam negeri dan dunia internasional. Perbuatan terdakwa pun menyebabkan banyak anggota Polri terlibat. Terdakwa juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya.  "Tidak ada hal yang meringankan dalam hal ini," ujar Hakim. 

Sebelumnya Hakim juga meragukan klaim Ferdy Sambo yang mengaku tidak menyuruh Bharada Richarel Eliezer menembak, tapi hanya meminta menghajar Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J). Hakim melihat Sambo memiliki niatan untuk membunuh Brigadir J. 

"Majelis hakim meragukan keterangan terdakwa yang hanya menyuruh saksi Richard Eliezer untuk memback-up atau perintah 'hajar chad' pada saat itu, karena menurut majelis hakim hal itu merupakan bantahan kososng belaka," ujar Hakim dalam sidang putusan, Senin (13/2/2022).  

Menurut Hakim, jika sebagian niat dari terdakwa itu hanya memback-up saja, maka instruku itu hanya cukup sampai di Ricky Rizal Wibowo. Sehingga terdakwa tidak perlu memanggil Bharada E. 

"Begitu Ricky Rizal tak sanggup menembak korban Yosua karena tidak kuat mental, akan tetapi karena tujuan terdakwa sejak semula adalah matinya Yosua, maka kemudian saksi Richard dipanggil untuk mewujudkan kehendak terdakwa yang ingin menghilangkan nyawa korban Yosua," ujar Hakim.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement