REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mabruroh, Alkhaledi Kurnialam, Antara
Kapal selam KRI Nanggala-402 sudah dinyatakan tenggelam. Seluruh awak di dalamnya juga dinyatakan gugur dalam tugas.
Saat ini upaya untuk mengevakuasi bangkai kapal selam dari perairan utara Bali yang diserahterimakan ke Indonesia dari tahun 1981 itu sedang diupayakan. Pengamat militer dan pertahanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin, mengatakan dalam konteks kecelakaan militer, search and rescue, SAR, dan evakuasi tidak jauh berbeda dengan kecelakaan sipil, baik perahu atau pesawat.
Termasuk, lanjutnya, evakuasi kapal selam, terkait prosedur, SOP, kurang lebih akan sama. Panglima TNI juga telah meminta bantuan ISMERLO atau International Submarine Escape and Rescue Liaison Office (ISMERLO) sebagai organisasi koordinasi internasional untuk operasi penyelamatan kapal selam.
Skenario pengangkatan kapal selam Nanggala-402 ini, kata Haripin, pertama, akan melihat visual kapal terlebih dahulu, untuk melihat kondisi puing-puing kapal. Kedua, setelah melihat kondisi kapal maka akan diketahui dan diteliti bagian mana saja yang tidak pada tempatnya.
"Tentu yang akan dicari itu, jadi melihat kemungkinan-kemungkinan kerusakan di situ, dan jika ditemukan maka ditetapkan beberapa prioritas pencarian, (seperti) komponen mesin, kelistrikan dan sebagainya yang mungkin diambil dari dasar laut," kata Haripin dalam sambungan telepon, Senin (26/4).
Ketiga, setelah itu diputuskan, maka akan melihat kondisi alam dan cuaca di lokasi apakah memungkinkan melakukan evakuasi. Keempat, kesiapan personel untuk melakukan misi dan peralatan evakuasi. "Kalau sudah oke bisa dilakukan (pengangkatan)," ujar dia.
Baca juga : Ini Kemungkinan Evakuasi Bangkai Nanggala-402 Bisa Dilakukan
Haripin mengatakan, kapal selam yang berada di kedalaman 838 meter bisa dievakuasi. Risiko namun membayangi mengingat kedalaman tenggelamnya kapal tersebut. "Risiko tentu ada, namanya juga perairan dalam," kata Haripin.
Haripin melanjutkan, TNI tentu telah menyiapkan dan mempertimbangkan segalanya, seperti jumlah personel yang akan dikerahkan alat-alat pengangkut saat evakuasi, serta kondisi cuaca dan laut. Ditambah lagi bantuan dari negara-negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
"Kan Panglima TNI juga sudah meminta bantuan dari ISMERLO, juga sudah meminta bantuan Singapura, Malaysia, dan kita juga punya KRI sendiri jadi mungkin saja untuk dilakukan bahkan sampai ke kedalaman 838 meter itu," terang Haripin.
Dalam konferensi pers TNI, terang Haripin, telah disebutkan bahwa kapal selam Nanggala tersebut terbelah menjadi tiga bagian. Terkait pengangkatan bangkai kapal, kata dia, itu tergantung keputusan TNI apakah akan mengangkat seluruhnya atau bagian-bagian inti saja untuk mencari penyebab kerusakan kapal.
Jika melihat dari pengalaman-pengalaman kecelakaan di negara lain, biasanya yang akan dilihat adalah bagian mesin, bagian listrik, dan bagian senjata. "Jadi tergantung dari kebutuhan, apakah mau dievakuasi seluruhnya," ucap Haripin.
Yang pasti jika saat evakuasi kemudian ditemukan jenazah diduga kru kapal maka pada saat bersamaan juga akan turut dievakuasi. "Seiring dengan itu kalau ditemukan jenazah dari personel akan turut diangkut juga, sama seperti halnya kecelakaan pesawat di perairan, misalnya yang dicari black box itu yang akan diteliti," kata Haripin.
Anggota Komisi I DPR RI, Hasbi Anshory, menyarankan agar pemerintah mengaudit sistem perawatan, perbaikan dan pemeriksaan atau "maintenance, repair, overhaul" (MRO) KRI Nanggala. "Saya mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kementerian Pertahanan (Kemhan), dan TNI mengaudit terhadap sistem MRO yang memperbaiki kapal selam Nanggala 402," kata Hasbi.
Dia menilai evaluasi tersebut sangat penting untuk membangun strategi, kebijakan, dan penegakan hukum yang lebih baik. Langkah itu menurut dia agar kejadian yang menimpa KRI Nanggala-402 mendapatkan perhatian penuh dan tidak terulang lagi di masa depan.
"Evaluasi ini penting untuk membangun strategi, kebijakan dan penegakan hukum yang lebih baik," ujarnya.
Hasbi juga mendorong semua pihak untuk melakukan pemutakhiran Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) semua matra khususnya TNI AL pada TA 2021/ 2022. Selain itu menurut dia pemenuhan Kekuatan Pokok Minimum atau "Minimum Essential Forces" (MEF) untuk pertahanan dan keamanan Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan.
"Pemerintah juga perlu segera meningkatkan kesejahteraan prajurit dan keluarga, minimal untuk bisa kebutuhan hidup lebih layak," katanya.