Senin 22 Apr 2019 20:20 WIB

Hashim Nilai Pemilu tak Jurdil, TKN Curigai Pola Tuduhan BPN

Temuan 17,5 juta DPT bermasalah jadi dasar BPN menilai Pemilu 2019 tak jurdil.

Rep: Ali Mansur, Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Bilik dan kotak suara Pemilu 2019 di AS (Ilustrasi)
Foto: VOA
Bilik dan kotak suara Pemilu 2019 di AS (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Hashim Djojohadikusumo menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 dilaksanakan jauh dari nilai jujur, adil dan transparan. Salah satu bentuk kecurangan yang ditunjukkan Hashim adalah perihal 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah berkali-kali dilaporkan ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kami menilai pemilu sekarang tidak jujur, tidak transparan, dan tidak adil. Sampai tiga hari sebelum hari pencoblosan 17 April lalu, masalah itu belum tuntas, belum selesai, jadi masalah tetap masalah," ujar Hashim Djojohadikusumo di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (22/4).

Baca Juga

Tak hanya itu, kecurangan yang terjadi secara masif pada Pemilu 2019 ini juga dapat terlihat secara jelas pada saat perhitungan cepat suara yang dilakukan oleh lembaga survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin. Salah satunya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 65 Cipondoh Mekar, Kota Tangerang, Banten.

"Kami khawatir dan kami mencurigai, kami cemas bahwa angka selisih yang quick count - quick count itu diambil dari 17,5 juta nama itu," kata adik kandung Prabowo Subianto tersebut.

Menanggapi tudingan BPN, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf melihat adanya pola sistematis yang BPN untuk menuduh pemilu ini banyak kecurangan. Menurutnya, BPN tengah membangun citra mereka memenangkan Pilpres 2019 tidak berdasarkan data yang tepat.

"Kami melihat, ada pola-pola dibangun untuk membangun image. Bukan data yang diserahkan, tapi membangun image bahwa seolah-olah mereka menang padahal tidak," ujar Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga, di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4).

Arya menerangkan, citra kemenangan yang dibentuk itu nantinya akan dijadikan pijakan. Pijakan untuk mengatakan ada kecurangan yang terjadi pada saat hasil akhirnya berbeda dengan apa yang dicitrakan tersebut. Menurutnya, citra itu dibentuk agar rakyat percaya yang benar adalah mereka.

"Dari sini kami lihat ada sebuah pola sistematis dilakukan oleh pihak sebelah untuk mengatakan bahwa pemilu ini banyak kecurangan," jelas dia.

Ia mengungkapkan, TKN meragukan data yang disampaikan oleh BPN, yakni yang menyatakan mereka menang di angka 62 persen berdasarkan real count. Angka yang disebut didapatkan dari data 300.000 lebih tempat pemungutan suara (TPS).

"Itu 40 persen dari data yang ada. Kenapa kami ragukan? Ini bukan sekadar persoalan ada C1, difoto, kemudian dikirim. Nggak seperti itu," kata Aria.

Ia menjelaskan, ada faktor manusia dan teknologi di luar foto C1 itu. Faktor manusia yang ia maksud adalah saksi di seluruh TPS. TKN menemukan, di Jakarta saja ada beberapa TPS yang tidak ada saksi dari pihak BPN, salah satunya di wilayah Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

"Lalu, Jakarta saja mereka nggak punya saksi di berapa TPS. Lalu angkanya darimana? Apalagi di luar Jakarta yang rumitnya bukan main. Kedua. masalah pengiriman data. Kita itu baru yang makai WA (Whatsapp) itu baru 40 persen (penduduk Indonesia)," jelasnya.

Karena itu ia mencurigai 40 persen data yang dimiliki oleh BPN. Ia juga menerangkan, berdasarkan temuan tim TKN di lapangan, ada kebohongan penghitungan suara yang dilakukan oleh kubu 02. Menurutnya, klaim kemenangan didasarkan hanya pada uji sampling di 468 TPS. Sedangkan jumlah TPS di Jakarta sebanyak 29.063 TPS.

"Data kami masuk sudah mencapai hampir 40 persen. Posisinya adalah 55,35 persen kami, mereka 44 persen. Versi mereka, 73 persen mereka menang di DKI Jakarta, kami 26 persen. Ternyata, data mereka hanya 468 TPS," tuturnya.

Selain di Jakarta, ia juga mengambil contoh kasus di Lampung. Data yang dimiliki TKN, mereka mendapatkan suara sebesar 56,93 persen, sedangkan pasangan 02 43,07 persen. Data itu didapat dari 52,91 persen dari 26.265 TPS dan delapan TPS DPTb yang ada di Lampung.

"Data yang kami miliki itu mencapai 52 persen dari 26.000 lebih. Sementara data mereka, yang mereka ambil di Lampung, hanya 30 TPS," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement