REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk Badan Penerimaan Negara atau BPN. Lembaga gagasan Prabowo Subianto ini bahkan sudah masuk dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Hal ini merupakan bagian dari rencana Prabowo Subianto untuk memisah Direktorat Pajak dan Bea Cukai dari Kementerian Keuangan. niatanya BPN dapat menggenjot rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau yang lebih dikenal dengan tax ratio.
Seperti diketahui, berdasarkan data Kementerian Keuangan, tax ratio Indonesia sempat menyentuh level 13 persen dimasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun di masa Pemerintahan Jokowi maksimum hanya 10,85 persen, tapi rerata di bawah 10 persen, pada 2024 ini menyentuh level terendah 8,57 persen.
Prabowo memiliki PR besar untuk menggenjot tax ratio agar paling tidak bisa menyeimbangkan dengan tax ratio negara-negara ASEAN, dan pembentukan BPN dapat dinilai sebagai bentuk political will yang patut diacungkan jempol yakni bisa menggenjot tax ratio tersebut.
BPN adalah badan baru yang direncanakan akan fokus menangani urusan pajak, penerimaan negara bukan pajak, serta bea dan cukai. Dalam RKP 2025, badan ini juga akan bertugas untuk meningkatkan rasio pajak untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Yanuar Rizky menyebut pembentukan Badan Penerimaan Negara atau BPN oleh Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai positif untuk keuangan negara kedepannya.
Menurutnya, rencana pembentukan badan tersebut dapat berperan pada fokus mendongkrak pendapatan negara.
Yanuar menuturkan bahwa dari sisi objektifitas, tujuan pembentukan BPN tersebut sangat bagus. Selain itu, menurut Yanuar, pembentukan BPN juga akan mengurangi tugas dan fungsi dari seorang Menteri Keuangan yang saat ini terlalu luas.
“Jadi, sepanjang waktu reorganisasi kelembagaannya dapat singkat konsolidasinya, akan positif bagi fokus penerimaan negara,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Namun, Yanuar mengakui, penataan kelembagaan ataupun organisasi BPN pasti akan membutuhkan waktu. “Dari sisi objektif, ya tujuannya bagus,” ujarnya.
Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah tokoh yang akan menduduki posisi menteri Dan wakil menteri serta kepala badan di kabinet pemerintahan yang akan dipimpinnya.
Pemanggilan itu dilakukan Prabowo pada Senin dan Selasa 14-15 Oktober 2024 di Rumah Kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan.
Sejumlah tokoh yang datang memenuhi panggilan Prabowo ke Kertanegara diantaranya masih merupakan muka-muka lama atau yang saat ini menjabat di kebinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin salah satunya menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Kepada media yang tengah menunggunya di luar, Sri Mulyani dengan gamblang menyatakan bahwa ia diminta Prabowo untuk membantu pemerintahannya dengan posisi yang masih sama yakni sebagai menteri keuangan.
"Pada saat pembentukan kabinet beliau (Prabowo Subianto) meminta saya untuk menjadi Menteri Keuangan kembali," kata Sri Mulyani seusai bertemu Prabowo di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta, Senin (14/10/2024).
Sri Mulyani juga menepis rencana perombakan Kementerian yang akan dipecah dengan membentuk Badan Penerimaan Negara atau BPN yang selama ini justru digembar-gemborkan Prabowo dalam beberapa kesempatan terutama saat masa kampanye. "Enggak ada (Kemenkeu dipisah)," katanya.
BACA JUGA: Jika Benar-benar Berdiri, Ini Negara 'Islam' Pertama yang Halalkan Alkohol dan Bela Israel
Janji Prabowo yang akan membentuk Badan Penerimaan Negara sejatinya merupakan langkah yang tidak main-main dan serius, bahkan Hal tersebut sudah masuk dalam ASTA Cita visi misi Prabowo-Gibran.
Berasal dari Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak yang dipisahkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), badan tersebut nantinya bertugas untuk meningkatkan rasio pajak. Cita-cita tersebut tentu diapresiasi dan disambut suka Cita banyak pihak ditengah harapan menggenjot pendapatan negara.