Rabu 28 Feb 2018 21:47 WIB

Saksi: Bupati Kukar Terima Uang Izin Lingkungan

Saksi menyebut Bupati Kukar menerima uang sebesar Rp 2,31 miliar.

Bupati nonaktif Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari tiba untuk menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (1/2).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Bupati nonaktif Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari tiba untuk menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aji Sayid menjadi saksi dalam sidang kasus gratifikasi yang menyeret Bupati Kukar Rita Widyasari. Dalam persidangan, saksi menyebut ada uang senilai Rp2,31 miliar dari para perusahaan pemohon Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL), Izin Lingkungan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang disetorkan kepada Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari sepanjang 2014-2017.

"Ada (uang) yang disampaikan, tidak langsung kepada beliau (Rita Widyasari), untuk pengurusan izin lingkungan," kata Aji Sayid Muhammad Ali dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/2).

Aji Sayid merupakan Kepala Sub Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Ia menjadi saksi untuk Bupati Kukar Rita Widyasari yang didakwa menerima gratifikasi senilai Rp469,465 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek pada berbagai dinas di kabupaten Kukar selama 2010-2017 dan suap Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun sebagai imbalan pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kukar.

"Sebagai bentuk loyalitas ke atasan," ucapnya.

Uang itu diberikan oleh para pemohon yang mengurus izin lingkungan, SKKL dan amdal. "Caranya ketika surat keputusan kelayakan lingkungan dan izin lingkungan sudah di proses dan ditandatangani bupati, ada uang titipan perusahaan yang kami sampaikan ke Pak Suroto. Sudah kami lakukan sejak 2014, ketika saya menjawab," jelasnya.

Sedangkan besaran uang tidak bisa ditentukan, namun jumlahnya berkisar antara Rp5 juta-20 juta per izin. "Besaran tidak ditentukan ada kalanya dari pemohon minta masukan berapa besaran yang biasa disampaikan, kami sampaikan tidak ada keharusnya menyetor sekian biasa Rp5 juta diberikan seminggu sebelumnya. Kadang berkasnya duluan baru uangnya dan bisa juga bersamaan, tapi lebih banyak berkasnya masuk duluan," jelas Aji.

Aji pun mencatat setiap nama pemohon dan jumlah uang yang diterimanya saat menyerahkan uang tersebut kepada Suroto di pendopo rumah dinas Rita Widyasari. Dari berkas yang ditemukan di brankas rumah dinas Rita, ada catatan yang menunjukkan total pemasukan sebesar Rp2,31 miliar debngan rincian pada 2014 mendapat Rp145 juta, pada 2015 memperoleh Rp1,2 miliar, pada 2016 sebesar Rp670 juta dan pada 2017 senilai Rp295 juta

Perusahaan-perusahaan yang memberikan uang antara lain PT Mitratel, PT Tower Bersama, PT Cahaya Anugrah, PT Mahakam Jaya Perkasa 5 juta, Singapore Petroleum Company, Astra Internasional. Aji membaca Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya mengenai nama-nama perusahaan tersebut.

"Catatan itu ada, tapi saya tidak membuat duplikatnya," ungkap Aji.

Aji juga mengaku mendapat honor Rp1,5 juta per izin yang masuk ke kantornya. Selain dirinya sebagai ketua sekretariat komisi di kantornya, masih ada ketua komisi juga yang mendapatkan honor tersebut.

Suroto yang dimaksudkan adalah seorang dosen di Universitas Kutai Kartanegara. Suroto lalu menyerahkan uang dan catatan itu ke Ibrahim yaitu anggota tim sukses Rita dalam pemilihan pada 2010-2015.

"Tapi sekarang perizinan bukan di dinas lagi, tanda tangan dilimpahkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Satu Pintu berdasarkan peraturan gubernur pada Oktober 2017," tambah Aji.

Uang itu menurut Aji digunakan untuk kebutuhan pendopo yang tidak dianggarkan. Atas kesaksian Aji tersebut, Rita menolak seluruhnya. "Saya hanya terima berkas di ruangan Mulawarman dalam jumlah banyak dan tidak pernah sekali lagi ada apapun di dalam map apapun," kata Rita.

Dalam dakwaan Rita disebutkan ada uang sebesar Rp2,53 miliar dari para pemohon terkait penerbitan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dan Izin Lingkungan pada BPLHD Kukar melalui Ibrahim dan Suroto yang dikumpulkan Kepala Sub Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Bidang Pengendalian Dampak Kegiatan Ekonomi pada BPLHD Aji Sayid Muhammad Ali.

Selanjutnya masih ada uang sebesar Rp220 juta sejak 2014-2017 dari 27 pemohon terkait penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada BPLHD pemkab Kukar yang dikumpulkan melalui Ibrahim dan Suroto yang sebelumnya juga dikumpulkan oleh Aji Sayid Muhammad Ali.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement