REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan agar tidak perlu lagi ada unjuk rasa bila tujuannya untuk menentukan kasus hukum Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama. Alasannya karena Tito menjamin bahwa kasus penistaan agama tersebut akan dibawa ke Kejaksaan Agung RI.
"Tapi tolong kalau terlalu banyak jumlahnya, itu sulit untuk dikontrol, psikologi massa mudah sekali dipicu, apalagi kalau ada pihak-pihak ketiga yang mengambil kesempatan itu. Jadi kalau mau demo, tolong dibatasi," kata Tito di gedung MUI, Jakarta, Jumat (18/11).
Tito menjelaskan bahwa dalam kasus perkara penistaan agama tersebut sudah sangat jelas Polri bersikap profesional. Ahok pun sudah ditetapkan menjadi tersangka pada Rabu (16/11) lalu pascagelar perkara.
Selain itu, sebagai Kepala Kepolisian, Tito juga menjamin bahwa anggotanya serius dalam menindaklanjuti hingga ke tahap pengadilan. "Saya sebagai Kapolri memberikan jaminan atas keseriusan penyelidikan ini akan diselesaikan secepat mungkin," tegas Tito.
Akan tetapi, tambahnya, apabila memang masyarakat masih memaksakan diri untuk melakukan unjuk rasa baik pada (25/11) maupun pada (2/12) nanti. Mantan Kepala BNPT ini menghimbau agar jangan banyak massa yang ikut dalam aksi massa itu.
Memang, tambah dia, unjuk rasa merupakan perwujudan makna demokrasi. Akan tetapi, dari pelajaran yang pernah terjadi, massa unjuk rasa yang terlampau banyak justru menimbulkan kesulitan untuk dikontrol dan justru mudah tersulut emosi.
"Sebagai Kapolri, kalau percaya (pada polisi), maka tidak perlu ada demo. Ikuti saja proses hukum
yang berjalan," jelas Tito.