Jumat 10 Jul 2015 21:42 WIB

ICW: Perpres Percepatan Pembangunan Infrastruktur Berpotensi Cacat Hukum

Rep: C14/ Red: Ilham
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun (kiri) bersama Koordinator bidang Investigasi dan Publikasi Agus Sunaryanto (kanan)
Foto: Antara
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun (kiri) bersama Koordinator bidang Investigasi dan Publikasi Agus Sunaryanto (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun menilai, pemerintah mesti hati-hati dalam merancang sebuah aturan turunan Undang-undang. Khususnya, terkait rencana penerbitan Perpres percepatan pembangunan infrastruktur.

Sebab, Perpres tersebut rencananya antara lain untuk melindungi pejabat daerah, yang menjadi pemegang proyek, dari kriminalisasi.

Menurut Tama, aturan di bawah tingkat perundang-undangan tidak bisa menjadi payung hukum dalam mencegah seseorang dari delik tindak pidana. Apalagi, lanjut Tama, Perpres demikian cenderung tendensius dalam membedakan perlakuan antara warga biasa dan pejabat negara di depan hukum.

Misalnya, bila seorang pejabat negara terindikasi melakukan tindak pidana penyelewengan anggaran, maka pejabat tersebut tidak langsung dilaporkan ke institusi penegak hukum. Alih-alih, lanjut Tama, pejabat ini dibawa terlebih dahulu ke pengawas internal keuangan pemerintah. Dengan begitu, dikhawatirkan ada lobi tertentu yang membuat indikasi pelanggaran menjadi sekadar kesalahan administratif.

"Kan ada asas kesamaan di depan hukum. Misalnya, di Undang-undang Tipikor itu (disebutkan) 'barangsiapa'," ujar Tama S Langkun saat dihubungi Republika, Jumat (10/7).

Tama menegaskan, pemerintah juga tidak etis bila terkesan menghalang-halangi kerja pejabat daerah dari sorotan publik, khususnya LSM. Sebab, peran LSM perlu untuk memantau ada tidaknya indikasi korupsi pejabat dalam menggunakan anggaran negara, yang notabene juga merupakan uang publik.

Apalagi, kata Tama, hampir seluruh kasus korupsi pejabat yang ditangani penegak hukum membuktikan bahwa pejabat yang bersangkutan memang berniat korup sejak awal kebijakannya, bukan sekadar keteledoran administratif. "Jangan sampai demi penyerapan anggaran, justru menerobos Undang-undang," ucap Tama.

Daripada membuat Perpres yang dapat mengerdilkan pengawasan publik, pemerintah lebih baik mengintensifkan peran pengawas internal keuangan negara. Lagipula, pejabat yang memang berintensi tidak korup akan sulit dikriminalisasi. "Kalau menurut saya, perkuat saja pengawasan internal," tutup dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement