REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor, Jawa Barat, memastikan tidak ada aksi mogok massal sopir angkutan kota atau angkot terkait kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
"Aksi mogok ditunda, kami pastikan situasi kondusif, seluruh angkot beroperasi normal seperti biasa," kata Wakil Sekretaris Organda Kota Bogor Yadi Indra Mulyadi kepada Antara di Bogor, Rabu (19/11).
Menurut Yadi, situasi di Kota Bogor kondusif, karena sudah dilakukan penyesuaian dengan menaikkan tarif angkot secara resmi terhitung 18 November 2014.
"Memang ada instruksi untuk mogok massal oleh DPP Organda pusat ini terkait penyataan Menteri Perhubungan yang melarang pengusaha angkutan menaikkan tarif lebih dari 10 persen," katanya.
Menurut dia, penyataan Menteri Perhubungan tersebut menuai protes, karena kenaikan 10 persen tidak dapat menutupi biaya produksi sopir angkot.
Yadi mengatakan, di Kota Bogor kenaikan tarif pascakenaikan BBM yakni sebesar 40 persen. Tarif yang tadinya Rp2.500 menjadi Rp3.500 untuk umum dan mahasiswa, sedangkan pelajar SD/SMP naik dari 1.500 menjadi Rp2.500.
"Kalau di Kota Bogor kenaikan tarif sudah resmi diterbitkan oleh Wali Kota Bogor terhitung 18 November kemarin. Beda di kota-kota lain belum ada surat resmi kenaikan tarif," kata Yadi.
Karena belum semua daerah yang menerbitkan SK kenaikan tarif, hal tersebut mendorong beberapa sopir di beberapa daerah melakukan aksi mogok masal.
Beberapa daerah yang belum menaikkan tarif secara resmi seperti Garut dan Bandung yang para sopir akan melakukan aksi mogok massal.
Sementara itu, pantauan di lapangan, situasi di Kota Bogor berjalan kondusif. Sejumlah angkot terlihat beraktivitas, tidak ada penumpukan penumpang.
Rencana aksi mogok massal sopir angkot sebagaimana yang diinstruksikan DPP Organda dalam Musyawarah Nasional yang digelar di Semarang, sejak Selasa (18/11).