REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai Indonesia memerlukan fasilitas untuk membina dan mendidik para pasukan perdamaian (peace keeping) Indonesia yang sering dikirim misi perdamaian dan keamanan di berbagai negara. Sebab perwira profesional yang dikirim sering dipulangkan kembali karena alasan sepele.
"Banyak perwira Indonesia baik TNI/Polri yang jumlahnya puluhan harus kembali ke Indonesia karena tidak lulus ujian bahasa Inggris dan mengemudi. Mereka itu profesional tapi harus kembali. Karena itu, kita dirikan pusat bahasa agar siapa pun bisa lulus dalam ujian bahasa Inggris dan keterampilan lain termasuk mengemudi," katanya, Senin (7/4).
Ia mengatakan Indonesia menempati posisi ke-17 dunia sebagai negara yang mengirimkan pasukan peace keeping ke berbagai negara. Diharapkan dalam waktu 1-2 tahun ke depan, Indonesia bisa menjadi 10 besar negara yang aktif mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian dan keamanan dunia.
"Ada dua ribu peace keeping kita. Bisa ditambah lagi dua ribu dalam 1-2 tahun. Kalau sudah empat ribu, kita bisa jadi 10 besar," katanya.
SBY menyakini, Indonesia punya kemampuan untuk menjadi bagian perdamaian dan keamanan dunia. Karena Indonesia memiliki pengalaman mengelola daerah konflik.
TNI/Polri banyak terlibat dalam tugas pemeliharaan keamanan dalam negeri. Seperti di Aceh, Papua, Poso, Ambon, Maluku Utara, hingga Sampit. Semuanya bisa diselesaikan dan Indonesia stabil serta aman.
Para pasukan yang tadinya menjaga dan mengamankan kawasan konflik pun akan dialihkan untuk misi lainnya.
"Sekarang ini, puluhan batalion yang tadinya beroperasi di daerah yang memiliki gangguan keamanan dalam negeri, bisa emban dan kita kirimkan untuk ikut misi dunia. Itulah alasan penting," katanya.