REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perhimpunan Pelajar Indonesia atau PPI Ultrecht meminta kasus Akil Mochtar dijadikan moment bagi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk bersih-bersih.
Hal itu dijelaskan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Provinsi Utrecht, Belanda, Richo Andi Wibowo kepada Antara London, Senin.
Richo Andi Wibowo mengatakan pemberitaan seputar Akil Mochtar sudah berskala internasional seperti Time, Al-Jazeera, ABCNews, BBC, New York Times, South China Morning Post.
"Hal ini tentu menjadi keprihatinan bagi komunitas pelajar dan masyarakat Indonesia di luar negeri," ujar Richo Andi Wibowo, PhD Candidate di Institute of Constitutional and Administrative Law, Utrecht University, Belanda.
Terkait dengan hal tersebut, pengurus PPI di Provinsi Utrecht, Belanda, mendukung KPK untuk menelisik lebih lanjut lagi semua praktek suap-menyuap yang selama ini terjadi di dalam tubuh MK. PPI Utrecht mengimbau MK untuk lebih terbuka dan tidak resisten terhadap kritik dari publik.
Kasus Akil patut untuk dianggap sebagai momen MK untuk bersih-bersih. MK perlu memperkuat mekanisme kontrol internal guna mencegah preseden buruk ini terulang.
Menurut Richo Andi Wibowo, hakim nakal di MK tidak hanya AM seorang. Putusan di MK bersifat kolektif sehingga perlu bekerja sama dengan hakim yang lainnya. "Jika borok di MK ingin tuntas dihilangkan, maka hakim nakal lain perlu ditemukan," kata dia.
Selain itu, KPK dipandang sudah bertindak sebagaimana seharusnya dengan meluaskan pusaran pemeriksaan ke pihak-pihak yang patut diduga bersinggungan dalam kasus ini, seperti: panitera di MK, advokat, dan politisi pengusung pasangan calon yang bersengketa.
Hal ini mengingat, dalam beberapa kasus, aneka posisi ini kerap membantu terjadinya transaksi suap menyuap. Sekalipun demikian, PPI Utrecht tentu tetap menganjurkan agar publik menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.