Senin 16 Sep 2013 04:49 WIB

Marak Penembakan Polisi, Ini Imbauan untuk Polri

Suasana TKP penembakan polisi Provost Mabes Polri, Bripka Sukardi, Selasa (10/9) malam. Sukardi tewas usai ditembak tiga kali di bagian dada dan perut oleh orang tak dikenal di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Gedung KPK.
Foto: ROL/Bilal Ramadhan
Suasana TKP penembakan polisi Provost Mabes Polri, Bripka Sukardi, Selasa (10/9) malam. Sukardi tewas usai ditembak tiga kali di bagian dada dan perut oleh orang tak dikenal di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Gedung KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Dosen PTIK, Bambang Widodo Umar mengimbau kepolisian RI untuk introspeksi diri terkait beberapa kasus penembakan terhadap anggota polisi akhir-akhir ini. “Dengan kasus-kasus yang begitu massif penembakan-penembakan anggota polisi, Polri perlu mawas diri, introspeksi ke dalam. Dalam arti, terimalah masukan-masukan dari masyarakat secara jujur, tidak berkelit-kelit, tetapi analisislah dengan sungguh-sungguh bahwa di dalam  dirinya pasti masih ada kekurangan," kata Bambang Widodo Umar seperti dilansir situs VOA.

Menurut Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala, terus meningkatnya jumlah polisi di Indonesia yang otomatis meningkatkan kinerja kepolisian, membuat beberapa pihak terkejut dan melakukan perlawanan. Meski belum diketahui pelaku dan motif penembakan-penembakan terhadap anggota polisi, ditambahkannya kemungkinan polisi saat ini menjadi incaran kelompok yang merasa terkejut.

“Polisi banyak sekali dikritik ya dan bahkan sudah mencapai level menjadi musuh masyarakat. Ssaya kira ini juga karena polisi makin kuat dewasa ini, dibandingkan 10 tahun lalu. Betapapun anggarannya itu terbatas, tetapi sebetulnya sudah mengalami penguatan di berbagai hal," kata Adrianus Meliala.

Menurut Adrianus, pada tahun 2003 Polri baru mencapai angka 200 ribu, dan sekarang sudah 400 ribu. Artinya, dulu tempat-tempat yang tidak ada polisinya dan ketika orang berbuat kejahatan macam-macam tidak terawasi, sekarang terawasi. "Jadi ada semacam reaksi balik dari masyarakat, ketika polisi mulai menerapkan kegiatan kepolisiannya. Maka ada yang marah, ada yang kesal, ada yang mungkin nggak puas dan seterusnya. Ini adalah sebuah fenomena yang masih akan terus terjadi ketika masyarakatnya belum siap," jelas Adrianus.

Adrianus menambahkan, apabila kemudian polisi dijadikan sebagai bulan-bulanan, pihakya berharap agar polisi tidak berubah, "Justru pada saat yang lain kita-kita juga 'kan yang mengharapkan polisi tegas, tidak main pilih kasih dan seterusnya,” imbuh Adrianus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement