Kamis 02 Feb 2012 14:34 WIB

Ruang Banggar Dibongkar, Video Wall Rp 1,9 Miliar Tetap

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Djibril Muhammad
Pekerja sedang menyelesaikan renovasi ruangan Badan Anggaran di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/1). Renovasi ruang rapat Banggar ini menelan dana tak kurang dari Rp 20 miliar.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pekerja sedang menyelesaikan renovasi ruangan Badan Anggaran di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/1). Renovasi ruang rapat Banggar ini menelan dana tak kurang dari Rp 20 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah perabotan di ruang Badan Anggaran (Banggar) DPR dibongkar dan dikembalikan lagi. Hal tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut pemeriksaan Badan Kehormatan (BK) DPR terkait renovasi ruang Banggar yang dinilai berlebihan sehingga disangka melanggar asas kepatutan.

Biaya sebesar Rp 20 miliar dinilai tidak wajar untuk renovasi ruang Banggar. "Karena bermasalah, kami minta untuk dikembalikan," kata Ketua BK dari PDIP, M Prakosa, Kamis (2/2). Pengembalian akan dilakukan bertahap. Perabotan yang dinilai bermasalah akan dikeluarkan.

Derasnya kritik dari publik atas didatangkannya kursi dari luar negeri seharga Rp 24 juta ke ruang Banggar DPR membuat kursi-kursi impor tersebut diganti. Ruang Banggar hanya akan diisi oleh kursi-kursi buatan lokal. Sound system juga termasuk akan dikembalikan. Proses pembongkaran ini, imbuhnya, sudah tidak ada masalah sehingga terus dilaksanakan.

Sementara karpet impor yang didatangkan dari Amerika seharga Rp 980 juta dibiarkan. Begitu juga video wall berukuran 3 x 4 meter, dan lampu, tetap dibiarkan. Harga pengadaan video wall ini mencapai Rp 1,9 miliar. "Kalau kami ganti tidak bagus," papar Prakosa.

Produk lokal akan diutamakan menjadi fasilitas di ruang Banggar. Kursi dan alat yang dikembalikan lainnya akan diganti dengan produk lokal. Prakosa menyatakan renovasi ruang Banggar ini tidak boleh mewah dan alat didalamnya diharapkan bukan barang impor.

BK DPR sudah memeriksa para pihak yang terlibat dalam proyek renovasi ruang Banggar ini, termasuk konsultan proyek. BK DPR menemukan pihak yang harus bertanggung jawab dalam proyek yang menelan Rp 20 miliar itu adalah pejabat pembuat komitmen, yaitu kepala biro di Setjen DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement