REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak pemecatan Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 19 Tangerang Selatan (Tangsel) setelah gagal mencegah terjadinya dugaan perundungan. Desakan ini menyusul seorang siswa di sekolah itu yang diduga menjadi korban perundungan berat hingga menemui ajalnya.
JPPI menegaskan Kepsek adalah penanggungjawab utama keamanan peserta didik di lingkungan sekolah. Sehingga JPPI meminta agar kepala sekolah yang gagal menjaga keselamatan anak mundur dari jabatannya.
"Kepala sekolah harus punya sense of crisis dan mengambil tanggung jawab moral, termasuk mengundurkan diri,” kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji kepada Republika, Senin (17/11/2025).
JPPI mewanti-wanti pentingnya peran Kepsek agar dapat mencegah perundungan. Dengan begitu, kegagalan atas pencegahan perundungan mestinya dipertanggungjawabkan oleh Kepseknya.
"Jika ada anak yang menjadi korban kekerasan sampai kehilangan nyawa, itu bukan sekadar kelalaian. Itu kegagalan kepemimpinan," ujar Ubaid.
JPPI juga mengingatkan sekolah seharusnya menjadi ruang aman, ramah, dan mendidik bagi semua anak. JPPI mengamati kekerasan yang terus berulang menunjukkan ada masalah serius dalam manajemen sekolah, pengawasan pemerintah.
"Ada pula lemahnya implementasi regulasi perlindungan anak yang sudah ada," ujar Ubaid.
Atas kejadian di Tangsel, JPPI menyerukan lima hal. Pertama, evaluasi total Satgas kekerasan di provinsi dan kabupaten/kota. Kedua, evaluasi menyeluruh TPPK di sekolah.
Ketiga, kepsek harus mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab atas gagalnya perlindungan anak di sekolah. Keempat, penerapan sistem pengawasan, pelaporan, dan perlindungan korban. Kelima, penguatan edukasi tentang apa itu kekerasan dan bagaimana pencegahan serta penanggulangannya.
“Hari ini anak-anak kita tidak aman di sekolah. Jika negara tidak segera bertindak, maka tragedi akan terus berulang. Anak-anak harus diselamatkan sekarang juga," ujar Ubaid.
View this post on Instagram