REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tragedi ledakan di SMAN 72 Jakarta mengingatkan tentang vitalnya peran guru bimbingan dan konseling (BK) di sekolah. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat menekankan pentingnya guru non-Bimbingan dan Konseling (BK) mempunyai kemampuan BK. Hal ini salah satunya guna mendukung siswa dalam menyelesaikan hambatannya dalam belajar.
Kemendikdasmen sudah meluncurkan program pelatihan untuk membekali semua guru, termasuk guru non-BK berupa kemampuan dasar bimbingan dan konseling. Tujuannya agar setiap guru dapat berperan aktif sebagai pembimbing dan fasilitator bagi peserta didik. "Ini berarti peran dan fungsi bimbingan bukan lagi hak eksklusif guru BK tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh pendidik," kata Atip kepada Republika, Kamis (13/11/2025).
Atip menjelaskan, program penguatan BK ini dirancang untuk memberikan keterampilan dasar dan praktis pendampingan kepada guru BK dan non BK. Sehingga mereka diharapkan memiliki seperangkat mindset (pola pikir), skillset (keterampilan), dan toolset (perangkat kerja praktis) dalam merespons kebutuhan belajar dan kesejahteraan psikologis peserta didik.
Kebijakan ini berupa program pelatihan '7 Jurus Guru BK Hebat' atau 'tujuh langkah strategi praktis' untuk membantu dan mendukung guru dalam membimbing peserta didik, yang meliputi mengenali potensi (asesmen minat dan bakat), mengelola emosi (pembelajaran sosial emosional), menumbuhkan resiliensi (daya lenting), menjaga konsistensi (kebiasaan positif), menjalin koneksi (komunikasi empatik), membangun kolaborasi (sinergi multipihak), dan menata situasi (lingkungan belajar yang kondusif).
"Dengan pelatihan '7 Jurus Guru BK Hebat' tidak ditempatkan menambah beban guru non BK melainkan turut menyempurnakan; kompetensinya dilengkapi, diasah dan dipertajam," ujar Atip.
Tujuan program itu juga guna menjadi solusi atas jumlah guru BK di Indonesia yang memang belum memadai. Atip menyadari ada jarak yang cukup serius antara rasio ideal dengan rasio aktual.
"Penting dipahami bahwa kompetensi dan keahlian guru BK perlu dilengkapi dengan pengetahuan teknologi baru. Hal ini karena era digital telah mengalami lonjakan masalah yang menimpa peserta didik," ujar Atip.
Atip menyebut guru BK dituntut adaptif dengan perkembangan teknologi dalam memahami dan menangani permasalahan-permasalahan digital peserta didik. Contohnya mengelola penggunaan medsos, etika di medsos, kecanduan gadget, sampai cyberbullying.
Selain itu, Atip mengingatkan dampak perkembangan psikologis peserta didik di era digital. Di era ini, semua peserta didik terakses secara realtime kepada internet dengan banjirnya informasi yang beraneka ragam.
Menurutnya, era digital dijadikan momentum menata ulang kompetensi dan profesionalisme guru BK yang umumnya fokus kepada pendekatan psikologi sosial untuk menangani permasalahan-permasalahan yang menimpa peserta didik, harus dilengkapi dengan pendekatan psikologi digital.
"Penggunaan teknologi berlebihan bahkan sampai taraf kecanduan teknologi, amat berpengaruh kepada kesehatan intelektual, mental, dan emosional siswa," ujar Atip.